Riset dan Close Loop System Jadi Pendorong Produktivitas Pertanian

Ilustrator: Betaria Sarulina
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Agribisnis, Pangan dan Kehutanan Franky Oesman Widjaja.
Penulis: Tim Redaksi
Editor: Redaksi
24/11/2019, 09.00 WIB

Apa kendala yang menghambat masuknya investasi di sektor pertanian?

Banyak sekali. Kemarin kami rapat dan menceritakan masalahnya. Namun, kami menilai hal ini semua menjadi anugerah. Sebab, dengan berbagai hambatan tersebut, kontribusi sektor pertanian terhadap PDB bisa mencapai 1%. Jika semuanya mau bekerja sama, pertumbuhan bisa melesat.

Oleh karena itu, jangan terlalu banyak birokrasi dalam perizinan usaha. Selain itu, beban pajak perlu diringankan. Di sisi lain, insentif juga diperlukan, contohnya seperti super deductable untuk riset yang diberikan pengurangan pajak hingga 300%.

Hal tersebut perlu diikuti dengan kerja sama antara petani skala kecil dan skala besar. Selama ini, kerja sama dua pihak tersebut masih terkendala anggapan yang kurang baik. Sebab, ada yang beranggapan petani kecil akan diambil keuntungannya oleh petani besar.

Padahal, hal tersebut bisa diatur agar keuntungannya merata. Misalnya, petani sawit skala besar dan kecil dapat mengatur tata cara kerja sama. Contohnya, pembelian buah diatur oleh formula tertentu dari Dinas Perkebunan. Dengan demikian, petani skala kecil dapat bergabung dengan petani besar. Sebab, petani kecil akan sulit bersaing bila tidak bersama dengan petani besar.

Vietnam saja bisa melampaui kinerja kita. Selain itu, impor dari Malaysia juga meningkat harganya sebanyak 2-3 kali lipat lantaran kekurangan pasokan. Di sisi lain, Indonesia memiliki kelebihan di tanaman durian. Ini bisa menjadi peluang. Namun, perlu dikembangkan juga riset kita.

Bagaimana cara meningkatkan produktivitas dengan program kemitraan yang tepat? Apa program kemitraan yang sesuai?

Yang diperlukan tanah, bibit unggul, praktik agrikultur yang baik, dan pelatihan SDM. Kemudian, offtaker-nya harus ada bila produk sudah panen. Kemudian, perlu ada pendanaan (financing). Apakah ada perbankan yang memberikan pinjaman tanpa dikembalikan uangnya?

Di sektor sawit, dana untuk inti plasma itu besar sekali. Perbankan tidak akan ragu memberikan dana.

Jadi dengan ini, produktivitas naik, biayanya rendah karena rantai pasokan terjangkau, penjualan terjangkau, semua pakai close loop system. Produktivitas bisa meningkat dengan bibit yang bagus, disiplin tinggi, dan praktik agrikultur yang bagus.

Strategi khusus menutup kesenjangan antara petani besar dan kecil seperti apa?

Kuncinya mengoptimalkan lahan yang dialokasikan kepada petani. Contohnya, petani sawit yang memiliki tingkat produksi 2 ton per ha, sedangkan industri sawit memiliki produksi 7-8 ton per ha.

Lalu, bila petani kecil mendapatkan lahan tambahan dari pemerintah, harus menggunakan sistem close loop. Kalau tidak, pembagian lahan akan menjadi mubazir. Terkait produktivitas, kita perlu bibit unggul dalam pembenihan.

Seorang petani mengangkat bibit bawang putih. (ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah)

Sejauh ini, sudah berapa bibit unggul yang bisa dimanfaatkan?

Ada yang sudah bagus, ada yang kurang. Ini menjadi tugasnya Menteri Riset, Teknologi dan Kepala Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN). Misalnya, industri sawit swasta, ada bibit unggul yang produktivitasnya mencapai 10-12 ton per ha. Ini artinya, bibit unggul tersebut bisa menciptakan produktivitas yang meningkat dua kali lipat.

Tantangannya, bagaimana memperbanyak bibit unggul tersebut. Harus diriset terlebih dahulu. Oleh karena itu, perlu ada insentif untuk kegiatan riset agar peneliti berminat. Terlebih lagi, suatu riset belum tentu bisa berhasil menciptakan produk. Bisa saja penelitian gagal dan tidak menghasilkan apapun.

Sejauh ini, apa saja kebijakan pemerintah yang bisa dioptimalisasi dan membantu pengusaha?

Sudah banyak, tapi belum cukup karena masih harus disepakati semua yang kita bicarakan. Kalau bisa bekerja dalam satu visi tanpa ada gesekan, pasti bisa tercapai kontribusi sektor pertanian mencapai 2,5% terhadap PDB.

Pemanfaatan teknologi di sektor pertanian sudah seperti apa saat ini?

Digitalisiasi pertanian seperti bioteknologi dan Internet of Things (IoT). Jadi, teknologi akan disambung dengan pertanian untuk mengukur kelembapannya, jumlah daunnya. Teknologi semakin penting untuk mentransformasi pertanian di tengah perubahan iklim.

Satu lagi, digitalisasi untuk rantai pasokan supaya produksi bisa melakukan jalan pintas (short cut). Misalnya, proses penanaman tidak perlu melalui 10 tahapan, hanya perlu tiga tahap agar produk bisa langsung sampai ke rumah tangga. Itu rantai pasokan, lalu ada startup seperti TaniHub yang berperan.

Target jangka dekat yang mau diimplementasikan?

Rencananya, semua pemangku kepentingan harus mengetahui modul kerja yang benar. Lalu bagimana pembagian tugas dari pemerintah, swasta, akademisi, dan masyarakat merata. Kita harus bekerja sama, gotong-royong, dan nyambung semua untuk mencapai target tersebut.

Halaman:
Reporter: Rizky Alika, Ekarina