Tentunya kami terbuka bila ada yang ingin melakukan financing blue greengender, yang sesuai dengan cost yang kami inginkan. Kadang-kadang hal tersebut tidak selalu bisa disetarakan. Tapi yang penting bagi kami adalah knowledge, bagaimana mencari blue financing, memberikan awareness kepada customer industri,  bagaimana mereka bisa menjadi blue dan green. Itu buat kami lebih menjadi prioritas, dan kebetulan dananya masih cukup.

Apakah ada rencana menerbitkan green bond atau sustainability bond?

Dananya masih cukup, jadi walaupun kami tidak punya green bond atau yang spesifik seperti itu tidak membatasi kami memberi blue, greengender financing ke depannya. Jadi tidak tergantung. kami juga sedang belajar mengenai blue financing dari IFC.

Untuk komposisi pembiayaan green financing saat ini, dominannya ke mana saja?

Kalau jenisnya paling banyak di natural resources, SDA, perkebunan dll, tapi cukup banyak ke yang recycle. Jadi eco friendly, misal kalau penggunaan kertas yang di-recycle, bahan bangunan misal wood yang di-recycle, ada juga energi terbarukan. Selain pembiayaan gedung yang green certified ya.

Berarti komposisi terbanyak ke perkebunan?

Saat ini iya. Dari total green financing, untuk natural resource management sekitar 53 %, eco efficient product 13 %, green building 18 %.

Tren ke depan masih akan didominasi perkebunan atau ada prioritas sektor lain?

Satu hal kami melihat, UMKM bisa green. Contohnya, mereka punya sistem energi yang lebih efisien, sistem limbah. Pembuangan limbah, bagaimana mereka mengelola energi agar lebih efisien, energy saving, itu termasuk. Kemudian penggunaan bahan baku ulang, daur ulang, itu juga masuk.

Jadi hal seperti itu kami harus cermati, tidak hanya cuma satu proyek mercusuar yang green, tidak. kami ingin nasabah kami seluruhnya lebih mengerti bahwa mereka harus lebih eco friendlysocial inclusive, dan sebagainya.

Untuk green investment, pembiayaan ke sektor industri seperti apa yang dituju, apa kategorinya?

kami ada negative risk, misalnya ada sektor yang pokoknya enggak boleh banget, misal coal fire plant, pembangkit listrik berdasar coal sudah tidak boleh. Kemudian pengolahan brown coal itu tidak boleh, ada seperti hutan, pohon, tidak boleh. Sudah beberapa tahun lalu, tapi kami masih harus pelajari terus.

Dalam kunjungan ke Katadata sebelumnya, Ibu sempat singgung pembiayaan ke gender perempuan. Disampaikan, kalau non performing loan (NPL) perempuan lebih baik. Itu bagaimana?

Awalnya kami belajar dari IFC mengenai pembiayaan gender. Menurut mereka berdasarkan studi, women entrepreneur itu lebih bertanggungjawab dan disiplin dalam melakukan bisnisnya, sehingga NPL-nya lebih baik dari total portofolionya. Kalau yang IFC 30% lebih baik. Terus kami buktikan juga dalam hal kami, betul juga, cuma kami sekitar 20%. 

Ada studi yang dibagikan IFC, menunjukkan bahwa wirausaha perempuan lebih tanggap dan terbuka soal perubahan. Kalau tidak salah datanya, lebih dari 30 % wirausaha perempuan segera merubah bisnis modelnya, tanggap dengan pola terbaru (saat Covid-19), sementara yang lainnya, wirausaha laki-laki hanya 20 %. 

Jadi memang, nyatanya secara risiko lebih baik untuk pembiayaan perempuan. Kami banyak fokus ke wirausaha ini karena tahu kontribusi UMKM Indonesia besar, dari sisi karyawan dan konsumsi terhadap ekonomi. Nah, sekitar 60% UMKM ini dikelola perempuan sebetulnya, jadi secara pangsa pasar masuk akal. 

Untuk gender financing dari OCBC NISP sudah Rp 1,375 triliun. Harapannya ke depan akan ditingkatkan atau seperti apa?

Kami tidak membatasi pembiayaan perempuan hanya dari dana IFC yang disebut gender bond. Dana kami untuk pembiayaan UMKM ini juga fokus ke Women SMEs, dengan pertumbuhannya yang juga jauh lebih banyak dari SMEs biasanya, bahkan di atas dua kalinya.

Saat ini pembiayaan women SME ini sudah di atas 1.000 wirausahawati. Tentunya ini tidak terlepas dari solusi yang menarik, dalam arti kata bank memberi pinjaman terus duduk, ini enggak. 

kami melihat UMKM perempuan itu tantangannya banyak, satu sisi mereka sebagai wirausahawati dan di sisi lain harus mengurus keluarganya. Jadi konsep solusi kami bukan hanya pembiayaan, tapi ada tiga bagaimana managegrow, dan bagaimana wirausahawati bisa tetap mengembangkan diri dan enjoy life lah istilahnya. 

Jadi yang pertama, kalau ibu-ibu yang pengusaha ini pasti waktunya 24/7 harus bisa apa aja. Jadi kami pastikan akses transaksinya, pemantauannya, bisa dimana aja kapan aja dengan mobile. Bener-bener 24 jam 7 hari di mana aja silahkan deh untuk bisa mengontrol investasi pribadi, pembayaraan untuk rumah tangga, kebutuhan usahanya, pembayaran dari tagihannya sudah masuk atau belum, dsb. 

Kedua, pembiayaan tidak cukup tapi juga untuk usaha  perlu accounting dan perpajakan. Mereka juga mau masuk e-commerce, butuh social media marketing kami jembatani juga. kami beri link-link untuk bisa usaha itu dengan mudahnya mengakses jasa-jasa itu.

Ketiga, kami bikinkan network supaya dia bisa saling sharing, bertanya, dan belajar agar usahanya terus berkembang. Dengan tiga tadi, kami melihat bagus ya, usaha berkembang dan memberi solusi yang lengkap.

Untuk komposisi rasio kredit macet di OCBC NISP saat ini berapa?

Women SMEs itu khusus yang UMKM totalnya sekitar 3,8 %, yang women-nya 3 %. Data dari IFC kalau enggak salah 2020-an, total portofolio 5 %, women 3,7%. Cukup sukses ya.

Women SME, produk ini kami luncurkan November 2020. Jadi data kami baru setahun terakhir, IFC mungkin lebih panjang. Kalau NPL kami relatif rendah, mungkin lebih terkait bagaimana kami mengelola portofolio secara hati-hati.

Ke depan masih fokus pembiayaan ke gender perempuan atau diversifikasi?

Tetap diversifikasi, kami nggak boleh diskriminasi juga. Perempuan tidak boleh didiskriminasi dan mendiskriminasi yang laki-laki. Jadi selama possible kami akan jajaki, tapi khusus produk Women SMEs, produknya khusus karena kebutuhannya khusus.

Sebelum kami luncurkan produk itu, banyak studi yang kami lakukan untuk tahu apa sih masalahnya dari pengusaha perempuan itu? Makanya muncul solusi-solusi seperti ini.

Boleh berbagi cerita keuntungan dan tantangan menerapkan ESG?

Kami sadari ESG bukan karena keharusan, tapi karena kami sadar sebagai institusi kami bertanggungjawab. Jadi keuntungannya saat ini mungkin kami menjadi pioneer di bidang ESG. Berdasarkan New York University, 1000 perusahaan selama waktu lima tahun membandingkan antara yang ESG corporate dan tidak. Ternyata secara performance, clear lebih banyak yang mengadopsi ESG. Jadi itu sudah ada buktinya, bahwa secara portofolio jangka panjang akan lebih baik secara kualitas dan return.

Tantangannya, baik nasabah maupun kami sendiri, biasanya cost di awal cenderung lebih besar. Contohnya, kami lagi membangun gedung dan sertifikasi green. Dari awal sudah harus dihitung kalau mau green building itu biayanya bisa 10%-20% lebih mahal. Itu enggak kecil, apalagi di zaman banyak tantangan.

Tapi kami lanjutkan lagi, karena dengan cost lebih mahal ini lima tahun sudah break event point dari cost saving energywater dan sebagainya. Kami membayangkan usaha-usaha yang mungkin dananya lebih terbatas dan jangka pendek orientasinya, dia akan sulit menerapkan hal-hal seperti ini.

Halaman:
Reporter: Amelia Yesidora