Jumlah penerbitan obligasi hijau (green bonds) di Indonesia masih relatif rendah ketimbang negara-negara G20 lainnya. Berdasarkan laporan Climate Bonds Initiative, penerbitan green bonds di tanah air baru mencapai US$ 6,4 miliar pada 2021, atau peringkat tujuh terendah.
Nilai itu jauh tertinggal jauh jika dibandingkan dengan Amerika Serikat dengan jumlah penerbitan green bonds sebesar US$ 303,9 miliar pada tahun lalu. Angka itu menempatkan Negeri Paman Sam berada di peringkat teratas di antara negara-negara G20 bahkan secara global.
Tiongkok dan Prancis menempati peringkat kedua dan ketiga di antara negara G20. Jumlah penerbitan green bonds Tiongkok mencapai US$ 199,1 miliar dan Prancis sebesar US$ 167,2 miliar.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, penerbitan green bonds memiliki tantangan yang lebih besar dibandingkan dengan obligasi konvensional. Sebab, menurut Sri, dalam menerbitkan green bonds akan ada proses meyakinkan pasar bahwa proyek yang mendasari obligasi tersebut adalah proyek yang benar-benar hijau.
“(Proses) itu adalah biaya tambahan untuk mengeluarkan instrumen semacam ini,” ujar Sri dikutip dari Bisnis Indonesia, Kamis 10 Maret 2022 lalu.
Sri mengatakan bahwa regulator pun harus merumuskan kebijakan untuk memberikan insentif pembiayaan, dikarenakan pasar untuk obligasi hijau belum tercipta dan belum efisien. Padahal, menurut Sri, akses keuangan menjadi hal yang sangat penting dalam mengatasi masalah perubahan iklim dan untuk mendorong ekonomi berkelanjutan.
Apalagi, saat ini dunia tengah menghadapi peningkatan tensi geopolitik global yang bakal menjadi tantangan dalam mendorong ekonomi hijau. Maka dari itu, negara G20 memegang peranan yang sangat penting, sebab negara-negara ini merupakan penyumbang CO2 terbesar di dunia.
Dalam rangka mendukung kampanye penyelenggaraan G20 di Indonesia, Katadata menyajikan beragam konten informatif terkait berbagai aktivitas dan agenda G20 hingga berpuncak pada KTT G20 November 2022 nanti. Simak rangkaian lengkapnya di sini.