Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, Indonesia tetap perlu bersiaga meski potensi mengalami resesi masih lebih rendah. Ini karena resesi yang terjadi di sejumlah negara berpotensi berdampak terhadap ekonomi domestik.
“Negara-negara tersebut berpotensi mengalami resesi karena kenaikan suku bunga, pengetatan likuiditas, serta harga pangan dan energi yang menciptakan krisis tersendiri,” ujar Sri Mulyani Selasa 19 Juli 2022.
Mengutip survei Bloomberg terhadap para ekonom, Indonesia hanya memiliki kemungkinan 3% untuk mengalami resesi. Di Asia Tenggara, probabilitas resesi Indonesia ini menjadi yang terendah.
Dalam kesempatan sebelumnya, Sri Mulyani menyebut ada beberapa hal yang dapat membuat ekonomi satu negara mengalami resesi. Hal tersebut antara lain adalah kondisi neraca pembayaran, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas harga, kebijakan moneter, defisit dan rasio utang APBN, serta kondisi rumah tangga dan korporasi.
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perekonomian Indonesia adalah kenaikan suku bunga di Amerika Serikat. Bank sentral AS, the Fed, telah tiga kali menaikkan suku bunga pada tahun ini untuk menekan inflasi yang pada Juni lalu menembus 9,1%.
Di Indonesia, tingkat inflasi tercatat sebesar 4,35% pada Juni 2022. Meski lebih rendah, tingkat inflasi ini sudah di atas target Bank Indonesia (BI) yang sebesar 2-4% untuk tahun ini.
Indonesia belum menaikkan suku bunganya yang sebesar 3,5% sejak Februari 2021. Suku bunga yang berlaku saat ini juga menjadi yang terendah sepanjang sejarah.