Pemerintah berencana melakukan penarikan utang senilai Rp775,9 triliun pada 2025. Langkah ini merupakan upaya untuk menutup defisit anggaran yang dipatok sebesar Rp 616,2 triliun atau 2,53% terhadap produk domestik bruto (PDB).
“Pemerintah berkomitmen untuk terus menjaga level defisit dan mendorong peningkatan keseimbangan primer demi mewujudkan ekonomi yang mandiri secara berkelanjutan,” tulis dokumen nota keuangan RAPBN 2025.
Penarikan utang tersebut mengalami kenaikan sebesar 40,2% dibandingkan pembiayaan utang pada 2024 sebesar Rp553,1 triliun. Dalam Nota Keuangan Rancangan APBN 2025, besaran utang tersebut terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) senilai Rp642,6 triliun (neto), pinjaman dalam negeri Rp5,2 triliun (neto), dan pinjaman luar negeri Rp128,1 triliun (neto).
Tujuan utang ini disebutkan dalam nota keuangan sebagai langkah pemenuhan kebutuhan pembiayaan APBN. Pengadaan utang juga diarahkan untuk mendukung program prioritas pemerintah dalam upaya mewujudkan program dan target pembangunan yang disusun dalam APBN.
Selain melakukan pembiayaan utang untuk menutupi defisit anggaran. Pemerintahan Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka mendatang memiliki sejumlah tanggung jawab untuk melunasi utang yang wajib ditunaikan pada tahun 2025 mendatang.
Berdasarkan data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, pemerintah Indonesia memiliki utang jatuh tempo tahun depan sebesar Rp800,3 triliun. Utang tersebut terdiri dari kewajiban pembayaran pinjaman dalam dan luar negeri sebesar Rp497,6 dan Rp55,2 triliun merupakan SBN.
Tak hanya pembayaran utang jatuh tempo, dalam dokumen nota keuangan, pemerintah juga memiliki kewajiban pembayaran bunga utang sebesar Rp552,8 triliun. Adapun Rp497,6 triliun dari jumlah tersebut berasal dari utang dalam negeri, sementara Rp55,2 triliun berasal dari utang luar negeri.
Jika dihitung secara keseluruhan, artinya pemerintah Prabowo-Gibran akan memiliki kewajiban pembayaran utang sekaligus bunganya sebesar Rp1.353,1 triliun pada 2025 mendatang.