Dibanding negara lain, rasio utang luar negeri Indonesia terhadap PDB masih terbilang aman. Indonesia menjadi salah satu negara yang paling rendah nilainya di kawasan regional maupun dunia.
Nazmi Haddyat Tamara
Oleh Nazmi Haddyat Tamara
1 Agustus 2017, 11.39

Umur pemerintahan presiden Jokowi dan wakil Jusuf Kalla sudah berlangsung setengah jalan. Dalam waktu kurang lebih 2,5 tahun ini, sudah banyak kebijakan, program, bahkan terobosan yang dilakukan pemerintah. Era Jokowi-JK tergolong ngebut membangun infrastruktur. Tujuannya, memudahkan konektivitas untuk menggerakkan roda ekonomi negara sehingga memacu pertumbuhan dan kesejahteraan masyarakat.

Namun, pembangunan infrastruktur secara masif membutuhkan dana tidak sedikit. Selain menggunakan APBN dan suntikan dana investor, pemerintah pun memilih opsi utang atau pinjaman luar negeri sebagai salah satu alternatif pembiayaan.

Data menunjukkan posisi utang pemerintah sepanjang tiga tahun era Jokowi-JK telah meningkat lebih dari seribu triliun rupiah. Data Kementerian Keuangan menunjukkan hingga Mei 2017, total utang pemerintah mencapai Rp 3.672,3 triliun. Itu berarti meningkat Rp 1.063,6 triliun atau 40,8 persen dari posisi akhir 2014, yakni Rp 2.608,8 triliun.

Jika ditarik ke belakang, total tambahan utang tersebut berasal dari tahun 2015, utang pemerintah bertambah Rp 556,4 triliun atau 21,3 persen dari tahun sebelumnya. Lalu pada 2016 kembali bertambah Rp 350 triliun atau 11,1 persen. Kemudian sepanjang Januari-Mei 2017, utang negara kembali meningkat Rp 156,87 triliun atau 4,46 persen.

Sedangkan, rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada Mei 2017 juga meningkat 3,4 persen menjadi 28,1 persen dari posisi akhir 2014, yakni 24,7 persen. Angka ini masih jauh dari ambang batas yang diamanatkan Undang-undang, yakni 60 persen terhadap PDB. Rekor rasio utang pemerintah terhadap PDB pernah mencapai level tertingginya pada 2000, yakni sebesar 89 persen akibat krisis finansial Asia pada 1998.    

Tambahan utang pemerintah Jokowi-JK berbeda dengan pemerintah sebelumnya. Di era pertama kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang saat itu berpasangan dengan Jusuf Kalla, utang pemerintah selama 5 tahun hanya bertambah Rp 291 triliun. Lalu pada lima tahun kedua, pemerintahan SBY yang berpasangan dengan Boediono, utang pemerintah bertambah Rp 927 triliun. Sedangkan, pada era presiden Megawati, dalam 4 tahun masa jabatan hanya menaikan nilai utang sebesar Rp 26 triliun.

Dari sisi rasio utang terhadap PDB, penurunan secara tajam terjadi pada era SBY. Pada akhir 2004, rasio utang Indonesia berada pada level 57 persen, dan mampu diturunkan menjadi 24,7 persen pada akhir 2014. Pada era selanjutnya, rasio utang kembali meningkat ke level 27,4 persen dan saat ini berada pada level 28,1 persen.

 

Aman atau Gawat?

Kendati nilai nominal dan rasio utang pemerintah terus meningkat, utang Indonesia masih jauh lebih kecil dibandingkan dengan negara-negara lain. Meskipun ditambah dengan utang luar negeri swasta serta utang bank sentral (Bank Indonesia), rasio utang luar negeri Indonesia masih 34 persen atau lebih rendah dibandingkan negara-negara lain.

Rasio nominal utang terhadap PDB merupakan ukuran atau indikator yang kerap digunakan untuk menentukan apakah utang satu negara tergolong aman atau gawat. Sebab, meski jumlah utang terus meningkat namun diiringi dengan pertumbuhan ekonomi, maka utang tersebut tidak besar bahkan menjadi berguna bagi negara.

Dibanding negara lain, rasio utang luar negeri Indonesia terhadap PDB masih terbilang aman. Indonesia menjadi salah satu negara yang paling rendah nilainya di kawasan regional maupun dunia. Kendati secara nominal meningkat, rasio utang terhadap PDB Indonesia masih tetap terkendali.

Indonesia masih berada pada jalur hijau yang artinya masih tahap aman. Bandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia, negeri jiran ini memiliki rasio utang mencapai 75 persen. Bahkan jika dibandingkan negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, dan beberapa negara di Eropa, rasio utang mereka sudah berada pada jalur merah melebihi 80 persen hingga 100 persen terhadap PDB. Perbandingan rasio utang tersebut disajikan dalam peta interaktif di bawah ini.

Jika menambahkan seluruh utang termasuk utang dalam negeri,  Jepang adalah juaranya. Rasio total utang terhadap PDB Jepang tercatat sebesar 249,3 persen. Negara-negara maju lain yang memiliki rasio utang terbesar selanjutnya, secara berturut-turut adalah Amerika Serikat (107,5 persen), Prancis (98,2 persen), Inggris (89,1 persen), Brasil (76,3 persen), Jerman (68,2 persen), India (66,5 persen) dan Cina (46,8 persen).

Pada intinya, pengelolaan utang menjadi kunci dalam sukses tidaknya pendanaan tersebut. Nilai yang tinggi jika diiringi dengan pengelolaan dan penggunaan tepat sasaran akan kembali pada kemajuan ekonomi negara. Negara-negara maju yang dapat mengelola dengan baik tetap bisa kuat secara fiskal meski memiliki banyak utang dan rasio yang tinggi.

  ***

Nazmi Haddyat Tamara adalah Data Analyst dan Statistician Katadata. Saat ini, dia mengisi posisi tim Data pada divisi Riset dan Data Katadata. Menempuh pendidikan pada jurusan Statistika IPB dan telah berpengalaman dalam pengolahan dan analisis data pada berbagai topik.

 Catatan:

Data Utang Pemerintah diperoleh dari Kementerian Keuangan (Keuangan).

Editor: Nazmi Haddyat Tamara