Advertisement
Advertisement
Analisis | Tren Adopsi Uang Kripto di Dunia, Bagaimana Indonesia? - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Tren Adopsi Uang Kripto di Dunia, Bagaimana Indonesia?

Foto: Joshua Siringo ringo/Ilustrasi/Katadata
Adopsi mata uang kripto di berbagai negara sebagai aset investasi makin semarak belakangan ini. Bahkan, negara Amerika Latin, El Salvador, mengadopsi Bitcoin sebagai alat pembayaran yang sah. Lantas, bagaimana adopsi mata uang kripto dan peluangnya di Indonesia?
Annissa Mutia
11 September 2021, 06.51
Button AI Summarize

El Savador membawa uang kripto ke era baru. Selasa, 7 September 2021, negara di Amerika latin itu menjadi negara pertama di dunia yang menjadikan Bitcoin sebagai alat pembayaran yang sah.

Langkah ini menimbulkan pro-kontra, lantaran banyak negara yang belum mengakui uang kripto. Di samping juga banyak yang meragukan skema transaksi menggunakan koin digital. Apalagi mata uang ini rentan mengalami volatilitas.

Kendati begitu, Presiden El Savador Nayib Bukele percaya Bitcoin dapat mendorong inklusi keuangan, investasi, pariwisata, inovasi, dan pembangunan ekonomi di negaranya. Nantinya setiap aktivitas bisnis di negara itu wajib menerima koin digital sebagai alat pembayaran.

Begitu Bitcoin diresmikan sebagai alat pembayaran selain dolar AS, warga diharuskan mengunduh dompet digital buatan pemerintah bernama “Chivo”. Secara otomatis, para pengunduh mendapatkan Bitcoin gratis senilai US$30 atau sekitar Rp426.000.

Dua hari sebelumnya, Bukele lewat serangkaian cuitan di Twitter mengatakan jika negaranya telah membeli total 400 Bitcoin senilai US$20,9 juta. Langkah itu dilakukan untuk menambah mata uang digital ke neraca keuangan El Salvador.

Sayangnya, harga Bitcoin justru terperosok 11% pada perdagangan di hari bersejarah bagi El Salvador itu. Harga Bitcoin turun dari dari $52.633,54 menjadi $46.811,13, menurut Coinmarketcap

Seperti dilansir The New York Times, ketidakstabilan harga Bitcoin menjadi salah satu kekhawatiran para analis keuangan dunia. Pemberlakuan Bitcoin sebagai alat pembayaran resmi akan mempengaruhi stabilitas ekonomi dunia. Sejumlah lembaga keuangan internasional juga menyuarakan keprihatinan yang sama.

Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional tengah mempertimbangkan kesepakatan pembiayaan terpisah dengan El Salvador. Menurut mereka, mengadopsi Bitcoin membuat suatu negara terbuka untuk kegiatan pencucian uang dan aktivitas keuangan terlarang lainnya.

Di sisi lain, perkembangan Bitcoin dan ribuan cryptocurrency lainnya dalam satu dasawarsa terakhir telah mengubah definisi uang dan layanan keuangan. Hal ini membuat para pemimpin di seluruh dunia berpacu untuk mengejar ketinggalan.

Keputusan El Salvador sakaligus memicu spekulasi tentang negara lain yang kemungkinan mengikuti jejak negara di Amerika Tengah itu.

Adopsi Mata Uang Kripto di Berbagai Negara

Situs perbandingan produk keuangan Finder.com merilis laporan terbarunya tentang tren adopsi kripto di 27 negara di Eropa, Asia, dan Amerika. Hasilnya, negara-negara berkembang seperti Vietnam, India, dan Indonesia memimpin dalam hal adopsi cryptocurrency.

Survei Finder.com terhadap 42 ribu orang di 27 negara menunjukkan, Vietnam memiliki tingkat adopsi tertinggi. Sebanyak 41% responden mengklaim bahwa mereka telah membeli mata uang kripto, dan 20% mengatakan telah membeli Bitcoin.

Melansir dari Cointelegraph, Vietnam berada di peringkat ke-13 dalam realisasi keuntungan Bitcoin pada 2020. Negara Asia Tenggara itu adalah negara dengan ekonomi terbesar ke-53 berdasarkan produk domestik bruto (PDB).

Finder.com mengungkapkan, kemungkinan tingginya adopsi mata uang kripto lantaran banyak migran Vietnam yang memilih mengirimkan uang ke keluarganya dengan uang kripto. Ini karena mereka tidak perlu mengeluarkan biaya transfer seperti di bank atau perusahaan pengiriman uang lainnya.  

Tingkat adopsi mata uang kripto juga sangat tinggi di banyak negara Asia. Sebanyak 30% responden di Indonesia dan India mengklaim telah membeli kripto. Menyusul Malaysia dengan tingkat adopsi cryptocurrency 29% dan 28% di Filipina. Berbeda, tingkat adopsi terendah di Inggris dan Amerika Serikat masing-masing sebesar 8% dan 9%.  

Halaman:

Editor: Aria W. Yudhistira