Advertisement
Analisis | Rentannya Masyarakat Terjerat Investasi Bodong - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Rentannya Masyarakat Terjerat Investasi Bodong

Foto: Joshua Siringo-ringo/ Ilustrasi/ Katadata
Kasus investasi bodong semakin marak menimpa masyarakat. Ada berbagai faktor penyebabnya, mulai dari kurangnya literasi masyarakat terhadap dunia keuangan dan digital, hingga keinginan untuk cepat meraup untung dengan cara yang mudah.
Cindy Mutia Annur
16 Maret 2022, 18.10
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Kasus investasi bodong terkuak. Korban penipuan investasi robot trading binary option, seperti Binomo dan Quotex tengah ditangani pihak Kepolisian. Aset affiliator atau pihak yang mempromosikan dan memperoleh keuntungan dari aktivitas investasi tersebut dibekukan. Nilainya mencapai ratusan miliar rupiah.

Salah satu korban, R, mengaku tergiur investasi Binomo yang dipromosikan “Crazy Rich” Indra Kenz lewat Youtube. Berharap untung berlipat, wiraswasta asal Palembang ini justru alami “buntung” hingga mencapai Rp2,5 miliar.

Kerugian akibat salah berinvestasi juga dialami RR. Dia mengaku uangnya hilang Rp1,2 miliar sejak menjadi pengikut Doni Salmanan di platform Quotex. Alih-alih cuan, uang RR raib dalam sekejap karena sering kalah trading di instrumen investasi yang belakangan diketahui ilegal tersebut.

R dan RR adalah dua dari ratusan ribu korban penipuan investasi di tanah air. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) pun telah memblokir ribuan aplikasi trading ilegal. 

Selama lima tahun terakhir, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) juga telah memblokir 3.180 konten investasi bodong per 10 Maret 2022. 

Maraknya situs dan aplikasi investasi ilegal ini menunjukkan tingginya jumlah korban investasi bodong di tanah air. Lantas mengapa banyak masyarakat yang tertipu oleh investasi bodong?

Tingkat literasi rendah

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda mengatakan, kurangnya pemahaman masyarakat mengenai dunia digital dan keuangan membuat mereka gampang tergiur investasi yang menawarkan keuntungan tidak wajar. 

Tercatat, indeks literasi keuangan di Indonesia hanya sebesar 38,03 persen per 2019. Sementara,  indeks literasi digital berada di level 3,49 pada 2021.

Menurut dia, pengetahuan finansial masyarakat yang relatif rendah dimanfaatkan para pelaku kejahatan investasi. Padahal skema investasi bodong sudah lama terjadi dan banyak menimbulkan korban. Modusnya pun sama dengan janji keuntungan yang tidak masuk akal. 

“Masyarakat tidak mengetahui apa manfaat dan risiko yang sebenarnya dari produk keuangan selain dari menabung. Terlebih risiko investasi, masyarakat ini tidak tahu detail,” ujar dia.

Selain literasi keuangan, Nailul juga menyoroti kurangnya pemahaman masyarakat mengenai informasi digital. Misalnya, tidak bisa memilah dan memilih sumber informasi di internet. 

“Akhirnya tahu bahwa influencer A bisa kaya raya karena investasi X, maka masyarakat banyak yang ikut tanpa mempertimbangkan risikonya,” kata dia saat dihubungi Katadata, Rabu 16 Maret 2022.

Mau untung cepat dengan cara mudah 

Ketua Koordinator Korban Binary Option Maru Nazara mengatakan, kebanyakan korban kasus Binomo terjerumus karena tertarik melihat profit yang fantastis dari para affiliator.

“Kami dijanjikan, diiming-imingi, mereka (affiliator) memamerkan (hasil trading), bahwa di sini kita bisa sukses. Kami melihat hasil mereka ini seperti nyata,” ujar Maru dikutip dalam program Investime, CNBC Indonesia, Senin 7 Maret 2022.

Adapun para korban dijanjikan keuntungan sebesar 80-85% dari nilai atau dana buka perdagangan yang ditentukan setiap trader atau si korban. Menurut laporan Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dir Tipideksus) Bareskrim Polri, perekrutan trader itu terjadi pada sekitar April 2020. 

Padahal, keuntungan yang dijanjikan tak pernah sejalan. Para korban justru terus-menerus mengalami kerugian yang nilainya mencapai puluhan hingga miliaran rupiah.  

Per 10 Maret 2022, total kerugian akibat kasus aplikasi Binomo diperkirakan mencapai lebih dari Rp30 miliar berdasarkan laporan Bareskrim Polri.

Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), total kerugian masyarakat akibat investasi ilegal di Indonesia mencapai Rp117,4 triliun dalam satu dekade terakhir. Hal ini membuktikan bahwa iming-iming “cuan instan” masih sangat ampuh untuk mengelabui masyarakat tanah air.

Gampang dipengaruhi

Salah satu strategi pemasaran investasi bodong dengan merekrut pemengaruh (influencer) di media sosial. Mereka sekaligus sekaligus berperan sebagai affiliator untuk menggaet para calon trader.

Biasanya cara yang dilakukan para influencer untuk meyakinkan masyarakat dengan cara pamer alias flexing. Mereka memamerkan harta kekayaannya untuk menunjukkan kesuksesan mereka dalam melakukan investasi trading.

Contohnya, Indra Kenz, yang kerap mempromosikan keuntungan yang diperoleh dari kegiatan trading. Promosi itu dilakukannya melalui akun YouTube

Tak hanya itu, laki-laki yang dijuluki “Crazy Rich Medan” itu juga sering memamerkan tumpukan uang, jam tangan, pakaian mahal yang dipakainya, serta berbagai koleksi mobil mewahnya.

Banyak orang yang menonton kanal YouTube Indra kemudian terperangkap dalam jaring investasi ilegal di aplikasi Binomo. “Hasil flexing mereka menjadi pintu masuk bagi kami ke sana (bergabung). Setelah banyak yang loss, kami sadar bahwa kami hancur di dalamnya,” ujar Maru.

Dari kasus Binomo dan Quotex, masyarakat seharusnya dapat lebih berhati-hati terhadap investasi ilegal yang masih marak bertebaran di tanah air. Maka dari itu, penting untuk mengenal sekilas ciri-ciri investasi ilegal.

Pertama, periksa lisensi atau legalitas dari aplikasi atau perusahaan investasi. Kedua, jangan cepat percaya jika ada investasi yang menawarkan keuntungan yang tinggi atau tidak wajar. Apalagi jika perusahaan investasi tersebut tidak memiliki  aset dasar yang jelas.

Ketiga, minta transparansi prospektus risiko, kerugian, profit, dan lain sebagainya kepada perusahaan investasi. Keempat, jangan gampang dipengaruhi. Tetap kritis, meskipun aplikasi investasi gencar berpromosi dengan menjual nama tokoh atau influencer.

Selain masyarakat, Nailul Huda berharap pemerintah dapat menemukan cara yang lebih efektif untuk mencegah masyarakat mengakses platform ataupun situs investasi ilegal. 

“Jadi yang terjadi di tanah air komplit. Masyarakatnya pengetahuan finansial dan digital relatif rendah, influencer dengan mudah ‘mempengaruhi masyarakat’. Ditambah pemerintah kurang sigap. Ya maka suburlah penipuan investasi di Indonesia,” kata dia.

Editor: Aria W. Yudhistira