Advertisement
Advertisement
Analisis | Mengapa Pengalihan Dana BOS Mengancam Akses Siswa Miskin? - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Mengapa Pengalihan Dana BOS Mengancam Akses Siswa Miskin?

Foto: Katadata/ Ilustrasi/ Bintan Insani
Pemerintah mempertimbangkan wacana menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk program makan siang gratis calon presiden Prabowo Subianto. Padahal, dana BOS di beberapa wilayah menyokong mayoritas anggaran bidang pendidikan sekolah, termasuk untuk honorarium guru dan biaya bantuan siswa miskin.
Leoni Susanto
19 Maret 2024, 10.20
Button AI Summarize

Meski hasil rekapitulasi Pilpres 2024 belum resmi diumumkan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah melakukan kalkulasi untuk memperkirakan kebutuhan anggaran program susu, makan siang, dan bantuan gizi untuk balita dan ibu hamil. Program ini adalah program unggulan kampanye Prabowo-Gibran, yang diprediksi memenangkan suara nasional sekitar 58%.

Berbagai usulan sumber pendanaan jumbo untuk program ini mulai direncanakan. Untuk program makan siang dan susu gratis anak sekolah jenjang TK sampai SMA, Bappenas membuat kalkulkasi dengan menghitung asumsi jumlah anak sekolah, jumlah efektif hari sekolah adalah 255 hari, harga makan siang yang ditanggung Rp15 ribu, dan harga susu UHT yang ditanggung Rp5 ribu. 

Dari situ, kebutuhan anggaran makan siang gratis dalam setahun diperkirakan mencapai Rp75,6 triliun dan kebutuhan anggaran susu gratis mencapai Rp25,8 triliun. Jika ditotal, program makan siang dan susu gratis dalam setahun membutuhkan anggaran Rp100,8 triliun.

Salah satu wacana sumber pendanaan yang kemudian muncul dan menjadi perbincangan adalah dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). 

Wacana ini muncul saat simulasi program makan siang gratis di SMPN 2 Curug Tangerang yang digelar Kantor Menko Perekonomian pada Kamis, 29 Februari. 

Pada saat itu, Ketua Tim Kampanye Daerah (TKD) pasangan capres 02, Ahmed Zaki Iskandar mengatakan, “Kami mengusulkan pola pendanaannya melalui BOS Spesifik atau BOS Afirmasi khusus menyediakan makan siang untuk siswa.”

Dana BOS merupakan bagian dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Non Fisik yang disalurkan pemerintah pusat ke daerah untuk mendanai kebutuhan operasional satuan pendidikan jenjang SD sampai SMA sebagai pelaksana program wajib belajar. Dana BOS pertama kali disalurkan pada 2005.

Sejak 2017, rata-rata dana BOS memakan porsi 8% - 11% APBN pendidikan. Pada 2024, anggaran dana BOS mencapai Rp53,6 triliun. Dana BOS akan disalurkan dari pusat ke sekolah-sekolah target penerima di daerah. Untuk tahun 2024, penyaluran dana BOS menargetkan 43,7 juta siswa.

Menurut Peraturan Kemendikbud Ristek Nomor 2 tahun 2022, sekolah dapat menggunakan dana BOS untuk membiayai honorarium guru maksimal 50% dari dana BOS yang diterima. Selain itu dapat dipakai untuk pengembangan profesi guru, langganan daya dan jasa, penerimaan siswa baru, kegiatan ekstrakurikuler, pemeliharaan sarana dan prasarana sekolah, penyediaan alat multimedia, pengembangan perpustakaan, hingga bantuan untuk siswa miskin yang belum menerima bantuan pendidikan lainnya.

Kisaran alokasi yang diterima per anak untuk jenjang SD tahun ini adalah antara Rp900 ribu sampai Rp1,96 juta per siswa, untuk jenjang SMP antara Rp1,1 juta sampai Rp2,48 juta per siswa, jenjang SMA antara Rp1,5 juta sampai Rp3,47 juta per siswa, SMK antara Rp1,6 juta sampai Rp3,72 juta per siswa, dan SLB antara Rp3,5 juta sampai Rp7,94 juta per siswa.

Dana BOS terbagi menjadi tiga kategori, BOS Reguler, BOS Kinerja, dan BOS Afirmasi. BOS Reguler disalurkan ke satuan pendidikan untuk membiayai kegiatan operasional rutin sekolah. BOS Kinerja diberikan ke sekolah yang dinilai memiliki kinerja baik untuk meningkatkan mutu pendidikan. Sedangkan BOS Afirmasi disalurkan khusus untuk sekolah di daerah miskin dan tertinggal.

Sekolah yang menerima dana BOS kemudian dapat mengatur sendiri penggunaan dana yang diterima asal sesuai dengan peraturan menteri. 

Peran Krusial Dana BOS di Daerah

Bank Dunia pada 2015 membuat kajian tentang satu dekade penyaluran dana BOS.  Berdasarkan penelitian tersebut, dana BOS terbukti mampu menurunkan pengeluaran untuk pendidikan anak keluarga miskin. Dana BOS juga terbukti mampu meningkatkan secara signifikan angka partisipasi sekolah khususnya siswa miskin.

Pada 2010, dana BOS menjadi sumber pendanaan mayoritas sekolah dasar dan sekolah menengah. Bank Dunia lantas menyebut dana BOS memainkan peran sangat penting dalam kerangka pendanaan sekolah, khususnya sekolah-sekolah di daerah miskin yang minim dukungan pendanaan dari pihak lain.

Kami juga mencoba mengalkulasi porsi dana BOS terhadap anggaran pendidikan tiap provinsi tahun 2018. Hasilnya, provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, dan Lampung memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap dana BOS dalam keseluruhan APBD pendidikan provinsi. Artinya, lebih dari 50% anggaran pendidikan provinsi-provinsi ini disumbang dari dana BOS.

Federasi Serikat Guru Indonesia pun menolak wacana penggunaan dana BOS untuk program makan siang gratis ini. 

“Jika anggaran makan siang gratis dibebankan pada dana BOS, baik BOS Reguler, BOS Kinerja, maupun BOS Afirmasi, maka pembiayaan pendidikan akan tergerus. Pendidikan berkualitas tidak akan tercapai,” kata Ketua Dewan Pakar FSGI Retno Listyarti, pada Senin, 4 Maret.

Provinsi yang Bakal Melarat

Menurut Bappenas, provinsi yang akan menjadi prioritas program makan siang gratis dan bantuan gizi untuk balita atau ibu hamil adalah yang memiliki tingkat stunting dan kemiskinan di atas rata-rata nasional. Provinsi tersebut adalah Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Barat, Papua, Nusa Tenggara Barat (NTB), Aceh, Papua Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Maluku, dan Gorontalo.

Jika ditotal, kebutuhan per tahun program makan siang gratis hanya di 10 provinsi ini mencapai Rp12,8 triliun. Anggaran ini dikalkulasi dengan menghitung jumlah anak sekolah dari TK sampai SMA di wilayah terkait, dikalikan 255 jumlah efektif hari sekolah, dan dikalikan asumsi harga makan siang gratis yang ditanggung Rp15 ribu.

Berdasarkan data 2018, anggaran pendidikan Sulawesi Barat memiliki ketergantungan yang cukup tinggi terhadap dana BOS (47,3%). Begitu pula dengan Sulawesi Tenggara (40,7%) dan NTT (39%). Jika tiga provinsi ini diprioritaskan untuk program makan siang gratis, maka program pendidikan lain yang bergantung pada dana BOS banyak yang berpotensi berhenti.

Selain itu, kami mencoba mengalkulasi apakah dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) yang didalamnya termasuk dana BOS, BOP PAUD, dan BOP Pendidikan Kesetaraan di 38 provinsi tahun 2024 ini cukup untuk menanggung kebutuhan program makan siang gratis selama 255 hari efektif sekolah.

Hasilnya, tidak ada satu pun anggaran dana BOS provinsi dan kabupaten/kota yang cukup menanggung program makan siang gratis. Bahkan rata-rata dana BOSP ini tidak mampu menutup separuh dari kebutuhan anggaran program makan siang gratis ini.

Beberapa provinsi yang anggaran dana BOS-nya jauh dari kebutuhan anggaran program makan siang adalah Kalimantan Selatan yang hanya mampu menutup 41,4% kebutuhan program makan siang gratis, NTB (42,7%), Kep. Bangka Belitung (42,8%), Sumatera Selatan (44%), dan Lampung (44,2%).

NTB yang masuk dalam provinsi prioritas program makan siang gratis kemungkinan akan semakin melarat sebab alokasi dana BOS yang jauh dari kebutuhan anggaran program. Sedangkan Lampung yang 94,2% APBD pendidikannya ditopang oleh dana BOS, berpotensi kehilangan pendanaan untuk program-program pendidikannya.

================

Artikel ini adalah bagian kedua dari  rangkaian tulisan mengenai dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). 

Editor: Aria W. Yudhistira


Button AI Summarize