Advertisement
Advertisement
Analisis | Melacak Sebaran dan Penyebab Tingginya Kematian Covid-19 di Indonesia - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Melacak Sebaran dan Penyebab Tingginya Kematian Covid-19 di Indonesia

Foto: Joshua Siringo Ringo/ Ilustrasi/ Katadata
Tren jumlah kematian Covid-19 di Indonesia meningkat pesat dalam satu bulan terakhir hingga menembus angka 100 ribu orang. Lonjakan kematian ini termasuk yang tertinggi dan terparah di dunia. Pusat kematian akibat Covid-19 tersebar di beberapa daerah. Bagaimana peta persebarannya dan mengapa terjadi lonjakan angka kematian tersebut?
Annissa Mutia
6 Agustus 2021, 06.35
Button AI Summarize

Tingginya angka kematian akibat Covid-19 menambah panjang rapor merah penanganan pandemi pemerintah. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan 1.747 tambahan kasus kematian hingga Rabu, 4 Agustus 2021. Dengan penambahan tersebut, Indonesia mencatatkan 100.636 orang wafat akibat Covid-19. Ini sekaligus menempatkan Indonesia sebagai negara dengan tambahan kasus kematian tertinggi di dunia sejak 12 Juli 2021, berdasarkan data Worldometer.

Dari rasio kematiannya, kasus kematian akibat virus corona di Indonesia ternyata tidak hanya terpusat di Pulau Jawa. Rasio kematian per 100 ribu penduduk tinggi juga hampir merata di wilayah lain, seperti di Pulau Kalimantan, Bali, Sumatera, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Sulawesi, dan Papua.

Meskipun, tingkat kematian di DKI Jakarta masih menjadi yang tertinggi dengan rasio 117.7 per 100 ribu penduduk. Artinya, ada sekitar 117 orang per 100 ribu penduduk yang meninggal di Jakarta. Kalimantan Timur menjadi provinsi di luar Jawa-Bali yang mempunyai rasio kematian terbanyak dengan 79.3 per 100 penduduk.

Sementara itu, rasio fatalitas kasus atau Case Fatality Rate (CFR) Covid-19 Indonesia mencapai 2,8% sejak 2 Maret 2020 hingga 1 Agustus 2021. Tercatat, ada 19 provinsi di Indonesia yang memiliki CFR di atas standar global 2,2%.

Jawa Timur memimpin dengan CFR sebesar 6,6%. Dari 312.103 kasus pada 1 Agustus 2021, sebanyak 20.660 kasus di antaranya meninggal dunia. Lampung menyusul dengan CFR menyentuh 5,9%, sehingga menempatkannya di posisi kedua provinsi dengan tingkat kematian tertinggi terbesar.

Berikutnya, ada Jawa Tengah (5,1%), Sumatera Selatan (4,4%), dan Aceh (4,3%). Sementara itu, Papua memiliki CFR terendah yakni 1%. Provinsi dengan CFR terendah selanjutnya yakni Papua Barat dan DKI Jakarta masing-masing sebesar 1,5.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), CFR adalah perkiraan proporsi jumlah kematian dari total orang yang sudah terkonfirmasi positif terkena penyakit virus corona melalui hasil tes. Pada kasus Covid-19, CFR dipengaruhi oleh ketersediaan atau akses masyarakat terhadap tes dan kemampuan tenaga kesehatan dalam melakukan pemeriksaan.

Faktor Penyebab Kematian

Angka kematian Covid-19 Indonesia memang sedang menjadi sorotan dunia. Media asal Amerika Serikat, Bloomberg, dalam laporan “Covid-19 Resilience Ranking”, bahkan memberikan predikat Indonesia sebagai negara dengan penanganan Covid-19 terburuk berdasarkan beberapa indikator utama, termasuk di dalamnya jumlah kematian.

Ahli epidemiologi dari Griffith University Australia, Dicky Budiman, menjelaskan dua hal yang menjadi penyebab tingginya jumlah kematian Covid-19 di Indonesia. Pertama, Indonesia masih lemah dalam intervensi testing, tracing, dan treatment Covid-19 atau 3T.

“3T-nya minim sehingga respon di hulu itu lemah menemukan kasus (Covid-19) ini,” ujar Dicky kepada Katadata.co.id, Rabu, 4 Agustus 2021.

Penyebab kedua, sambung Dicky, adanya keterlambatan deteksi penularan dan kasus, keterlambatan pasien dirujuk dan ditangani akibat kurangnya 3T. Hal ini yang menurutnya membahayakan jiwa pasien Covid-19. Khususnya bagi orang yang memiliki risiko kesehatan, seperti lansia dan orang yang mempunyai penyakit bawaan atau komorbid.

Sementara itu, Kemenkes merilis laporan “Upaya Penurunan Tingkat Kematian Covid-19” pada 1 Agustus. Dalam laporan itu, pemerintah merinci penyebab dibalik angka kematian Covid-19 di Indonesia yang tinggi. Salah satu penyebabnya adalah pasien datang ke RS dalam kondisi berat-kritis.

"Kematian yang terjadi peningkatan sekarang penyebab utamanya karena terlambat tertangani di rumah sakit," ujar Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin saat konferensi pers usai rapat terbatas, Senin 2 Agustus 2021.

Penyebab lainnya adalah ada indikasi bahwa pasien datang ke RS sudah dalam kondisi berat. Hal ini juga tampak dari peningkatan jumlah pasien meninggal di IGD. Pada Juni tercatat 12,4 persen atau 733 pasien Covid-19 meninggal dunia setelah masuk IGD. Jumlah tersebut naik hampir dua kali lipat pada Juli, yakni hampir 20 persen atau 1.512 pasien Covid-19 meninggal di IGD.

Jika dilihat berdasarkan masa perawatannya, rata-rata pasien yang meninggal hanya mendapat perawatan 4-5 hari di rumah sakit. Sementara pasien yang sembuh mendapat perawatan hingga delapan hari. 

Halaman:

Editor: Aria W. Yudhistira