Advertisement
Advertisement
Analisis | Berapa Besar Ancaman Tenggelamnya Kota-kota Pesisir di Indonesia? - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Berapa Besar Ancaman Tenggelamnya Kota-kota Pesisir di Indonesia?

Foto: Joshua Siringo Ringo/ Ilustrasi/ Katadata
Selain Jakarta, sejumlah kota di pesisir Indonesia terancam hilang terendam air laut. Jutaan orang berisiko kehilangan tempat tinggal, mengancam lingkungan dan ekonomi negara. Seberapa besar ancaman tersebut dan dampaknya?
Annissa Mutia
30 Agustus 2021, 13.34
Button AI Summarize

Krisis lingkungan dan perubahan iklim global mengancam kota-kota pesisir di berbagai negara. Indonesia salah satunya. Sebagai negara kepulauan yang dikelilingi laut, wilayah pesisir Indonesia diperkirakan bakal semakin amblas di bawah permukaan laut.

Belum lama ini, Presiden Amerika Serikat Joe Biden menyebutkan Jakarta akan tenggelam dalam 10 tahun ke depan akibat peningkatan muka air laut. Dia memproyeksikan jika permukaan laut naik 2,5 kaki atau 7,6 cm, jutaan orang harus meninggalkan rumah mereka.

”Apa jadinya —di Indonesia kalau proyeksinya benar, 10 tahun ke depan, ibu kota mereka mungkin harus pindah, karena akan berada di bawah air?” ucap Biden pada pidato sambutan di Kantor Direktur Intelijen Nasional AS, pada 27 Juli 2021. 

Pernyataan Biden tersebut membuat isu perkiraan akan tenggelamnya Jakarta kembali diperbincangkan. Namun sejumlah penelitian justru menunjukkan, ancaman itu tak hanya terjadi di Jakarta. Ada banyak kota dan kabupaten di Indonesia yang bakal tergerus di bawah permukaan air laut alias tenggelam. Wilayah-wilayah tersebut terutama berada di daerah pesisir.

Faktor Pemicu

Penelitian terbaru lembaga riset nonprofit Climate Central memperkirakan banyak kota pesisir di tanah air yang akan tenggelam pada 2050. Faktor penyebabnya adalah peningkatan permukaan air laut.

Menurut ahli geodesi dari Institute Teknologi Bandung, Heri Andreas, terjadi peningkatan ketinggian air laut di perairan Indonesia sebesar 3-8 mm per tahun. Perhitungan tersebut berdasarkan data satelit yang dikumpulkan ITB selama 20 tahun terakhir.

Dia menjelaskan, kondisi ini tidak hanya dialami Jakarta. Kota-kota di pesisir utara Jawa, pesisir timur Sumatra, Kalimantan dan Papua bagian selatan juga berpotensi terendam banjir air dari laut.

Heri mengatakan, kota-kota di Jawa dan Sumatra yang paling banyak terendam, seperti Jakarta, Pamanukan, Indramayu, Cirebon, Semarang, Tegal, Pekalongan, Pemalang Kendal, Demak, Cilacap, Tanjung Balai, Langsa, dan beberapa kota lainnya.

Sementara di Kalimantan, daerah yang diproyeksikan bakal turun di bawah permukaan air laut, di antaranya Banjarmasin, Mendawai, Kualasampit, dan Bahaur. Selain itu, ada juga beberapa kota di Papua bagian selatan yang bakal terendam muka air laut pada 2050.

Mengutip laman The National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), permukaan laut global telah meningkat selama dua abad terakhir. Pada 2014, permukaan laut lebih tinggi 2,6 inci dari rata-rata 1993, dan ketinggian ini masih terus bertambah 1/8 inci per tahun.

Permukaan air laut yang lebih tinggi berarti jika terjadi gelombang badai, air bisa terdorong lebih jauh ke daratan. Kondisi ini dapat merusak, bahkan mematikan bagi warga yang tinggal di daerah pesisir.

NOAA mencatat dua sebab utama kenaikan permukaan laut global. Pertama, ekspansi termal yang disebabkan oleh pemanasan lautan karena air mengembang saat menghangat. Kedua, adanya peningkatan pencairan es di daratan, seperti gletser dan lapisan es.

Lautan menyerap lebih dari 90 persen peningkatan panas atmosfer yang terkait dengan emisi dari aktivitas manusia. Jika pemanasan suhu laut dan atmosfer yang terus berlanjut, permukaan laut kemungkinan akan terus naik selama berabad-abad dengan kecepatan yang lebih tinggi daripada abad ini.

Tren peningkatan permukaan laut global dan lokal berbeda dan diukur dengan cara yang berbeda pula. Sama seperti permukaan bumi yang tidak datar, permukaan laut juga tidak datar. Dengan kata lain, permukaan laut tiap lokasi tertentu tidak berubah dengan kecepatan yang sama seperti permukaan laut secara global. 

Halaman:

Editor: Aria W. Yudhistira