Advertisement
Advertisement
Analisis | Hambatan PeduliLindungi Menjadi SuperApps di Masa Normal Baru - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Hambatan PeduliLindungi Menjadi SuperApps di Masa Normal Baru

Foto: Joshua Siringo Ringo/ Ilustrasi/ Katadata
Penggunaan aplikasi PeduliLindungi sebagai syarat mendapatkan layanan publik di masa pandemi Covid-19 terhambat oleh masih rendahnya akses digital di masyarakat. Pemerintah perlu mencari alternatif yang konvensional untuk memudahkan masyarakat.
Dimas Jarot Bayu
28 September 2021, 16.02
Button AI Summarize

Pemerintah berambisi menjadikan aplikasi PeduliLindungi sebagai strategi menghadapi pandemi Covid-19 dalam jangka panjang. Aplikasi tersebut akan digunakan untuk melacak penyebaran virus corona berbasiskan informasi yang diberikan pengguna.

Pemerintah juga mewajibkan masyarakat menggunakan PeduliLindungi untuk mengakses layanan dan ruang publik, dengan cara menunjukkan sertifikat vaksinasi atau memindai kode QR.

Saat ini, penerapan PeduliLindungi masih terbatas di enam sektor, yakni perdagangan, transportasi, pariwisata, kantor/pabrik, tempat ibadah, dan pendidikan. Itu pun baru diujicobakan di lima kota, yakni Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, dan Surabaya. Ke depannya, pemerintah ingin PeduliLindungi dapat digunakan di seluruh sektor dan 34 provinsi.

“Ke depan penggunaan platform PeduliLindungi nanti akan terus digunakan dan diluaskan, sehingga diwajibkan bagi seluruh akses publik yang melakukan penyesuaian tanpa terkecuali,” kata Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Panjaitan pada akhir Agustus 2021 lalu.

Indonesia bukan satu-satunya negara yang menggunakan aplikasi sebagai alat melacak corona. Singapura, misalnya, mengembangkan aplikasi bernama “TraceTogether” untuk melacak warganya yang teridentifikasi mengidap Covid-19. India juga memiliki aplikasi serupa bernama “Aarogya Setu”. Sementara, Australia mengembangkan aplikasi bernama “CovidSafe”.

Ada sejumlah persoalan yang bakal menghambat Indonesia menerapkan pelacakan Covid-19 secara digital. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan per 25 September 2021, baru 9 juta orang mengakses PeduliLindungi, diunduh 48 juta kali, dan memiliki sekitar 55 juta pengguna bulanan.

Masih sedikitnya pengguna lantaran belum semua orang Indonesia menggunakan ponsel pintar (smartphone). Berdasarkan data Newzoo, jumlah pengguna smartphone di tanah air tercatat sebesar 160,23 juta orang.

Bila dibandingkan dengan negara lainnya, jumlah pengguna smartphone tersebut memang menjadi yang terbesar keempat di dunia. Meski demikian, penetrasinya baru mencapai 58,6% dari total populasi Indonesia yang mencapai 270,2 juta jiwa.

Penyebab lainnya adalah karena akses internet yang belum merata. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), baru 41,38% penduduk Indonesia yang telah menggunakan internet hingga 2019.

Dari jumlah itu, adopsi internet paling tinggi berada di DKI Jakarta, yakni 73,46%. Posisinya disusul oleh Kepulauan Riau dan Yogyakarta dengan proporsi penduduk yang menggunakan internet masing-masing sebesar 65,02% dan 61,73%.

Sementara, adopsi di Papua hanya sebesar 21,7%. Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Maluku Utara juga memiliki adopsi internet yang rendah dengan persentase masing-masing sebesar 26,29% dan 29,13%.

Tak hanya berdasarkan wilayah, kesenjangan adopsi internet juga terjadi di kelompok distribusi pendapatan. Menurut laporan Bank Dunia bertajuk Beyond Unicorns: Harnessing Digital Technologies for Inclusion in Indonesia, proporsi akses internet di kelompok 10% pendapatan tertinggi mencapai 71% pada 2019. Persentase itu lima kali lipat lebih besar dibandingkan dengan kelompok 10% pendapatan terendah yang hanya 14%.

“Gradien pendapatan yang tajam ini menunjukkan potensi kendala keterjangkauan dalam akses internet di Indonesia. Kesenjangan yang tajam tersebut pun juga terjadi pada sisi generasi, pendidikan, dan gender,” tulis Bank Dunia dalam laporannya.

Kondisi tersebut diperparah dengan tingkat literasi digital masyarakat Indonesia yang belum mumpuni. Literasi digital tak hanya soal pengetahuan dan kemampuan mengoperasikan gawai, tapi juga memahami, mengomunikasikan, dan membuat informasi di dunia digital sebagai kebutuhan.

Halaman:

Editor: Aria W. Yudhistira