Suasana gurun di New Mexico, Amerika Serikat (AS) mencekam. Langit terlihat gelap gulita menyamarkan pemandangan gurun tak berpenghuni. Hari itu, Julius Robert Oppenheimer sedang menyiapkan uji coba bom atom pertama pada 16 Juli 1945.
Christopher Nolan menggambarkan suasana tegang menjelang uji coba tersebut dalam biopik Oppenheimer (2023). Persoalannya, tak ada yang tahu seberapa besar kekuatan ledakan bom itu, termasuk Oppenheimer, pemimpin riset bom atom yang kisahnya diangkat dalam film tersebut.
Uji coba berhasil. Bom berkekuatan 25 kiloton TNT meledak dan menciptakan bubungan asap menyerupai jamur. Kerja penelitian yang dilakukan Oppenheimer, fisikawan teoritis asal Amerika Serikat (AS), bersama sejumlah fisikawan lain sejak 1942 berhasil menciptakan bom atom. Dari sinilah Oppenheimer kemudian dikenal sebagai “bapak bom atom dunia.”
Namun pergulatan moral menyeruak dalam diri Oppenheimer. Di adegan terakhir film, dia berbincang dengan Albert Einstein perihal kegalauan akan masa depan apa bom yang diciptakannya.
“Saat saya menghampiri Anda dengan kalkulasi bom atom, kita mengira akan memulai reaksi berantai yang dapat menghancurkan dunia,” kata Oppenheimer.
“Lalu?” balas Einstein.
“Saya yakin kita sudah melakukannya,” katanya mengakhiri percakapan dengan Einstein.
Kekhawatiran Kehancuran Dunia
Kurang dari sebulan setelah uji coba, bom atom Oppenheimer dipakai untuk mengakhiri Perang Dunia II. Militer AS membawanya untuk menghancurkan dua kota di Jepang, yakni Hiroshima pada 6 Agustus 1945 dan Nagasaki tiga hari kemudian.
Kedua kota tersebut luluh lantak dan menyebabkan lebih 200 ribu penduduk tewas. Enam hari pasca-ledakan, Jepang pun menyerah kepada AS dan sekutunya. Namun, kekhawatiran terhadap dampak bom atom masih berlangsung hingga saat ini.
Percakapan Oppenheimer dan Einstein di akhir film bisa jadi benar. “Keberhasilan” bom Oppenheimer bukanlah akhir, justru menjadi awal pembuatan bom dan senjata pemusnah lain yang lebih kuat, bahkan lebih mematikan.
“Sekarang, saya jadi kematian, penghancur dunia,” kata Oppenheimer, mengutip ayat dari teks Hindu Bhagavad Gita.
Berdasarkan data Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), ada sembilan negara memiliki senjata nuklir—termasuk bom atom—per Januari 2023. Jadi, bukan hanya AS yang kini bisa menciptakan dan menggunakan senjata pemusnah massal ini.
AS dan Rusia tercatat sebagai negara yang memiliki hulu ledak (warhead) nuklir paling banyak. Jumlah kepemilikan di dua negara itu bahkan dapat memengaruhi tren senjata nuklir secara global.
SIPRI mengatakan total hulu ledak nuklir di dunia sebetulnya terus menurun setiap tahun. Sebab, AS dan Rusia rutin membongkar hulu ledak yang memasuki masa pensiun. Namun, mereka juga tengah memperbarui serta memodernisasi hulu ledak dan fasilitas produksi nuklir mereka.
Makanya, jumlah hulu ledak nuklir aktif justru mengalami peningkatan. Hulu ledak aktif ini dapat dibedakan menjadi dua kategori, yakni hulu ledak yang ditempatkan di rudal atau pangkalan militer dan hulu ledak yang masih disimpan di tempat penyimpanan pusat.
AS, misalnya, menempatkan 1.770 hulu ledak nuklir di rudal atau pangkalan militer. Di luar itu terdapat 1.938 hulu ledak masih disimpan hingga Januari 2023. Sama halnya dengan Rusia, yang sudah memosisikan 1.674 hulu ledak dan menyimpan 2.815 hulu ledak.
Prancis dan Inggris pun masing-masing menempatkan 280 dan 120 hulu ledak nuklir dalam rudal atau pangkalan militer mereka. Sedangkan, lima negara lainnya masih menyimpan stok hulu ledak nuklir di tempat penyimpanan pusat.
Meski tidak punya hulu ledak nuklir, beberapa negara telah mengoperasikan fasilitas produksi uranium dan plutonium—keduanya berasal dari uranium alami yang diproses jadi bahan utama senjata nuklir. Salah satunya, Belanda dengan kapasitas fasilitas produksi uranium 5,2 juta SWU (separative work units) per tahun.
Adapun, satuan SWU menunjukkan upaya fasilitas produksi untuk memisahkan uranium konsentrasi tinggi dan rendah. Uranium dengan konsentrasi rendah bisa digunakan pada reaktor nuklir, sementara yang punya konsentrasi tinggi dimanfaatkan dalam senjata nuklir itu sendiri.
Jika melihat data di atas, kepemilikan senjata dan fasilitas produksi nuklir terbilang berkembang pesat sejak berhasil diciptakan Oppenheimer. Artinya, senjata nuklir masih dan terus diminati secara global, bahkan setelah terbukti memakan banyak korban jiwa dan menimbulkan trauma jika digunakan.
Editor: Aria W. Yudhistira