Tuntutan Ribuan Pengendara Ojek Online dari Tarif Hingga Regulasi

Dimas Jarot Bayu
23 April 2018, 21:49
demonstrasi ojek online
ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Sejumlah pengemudi ojek berdemo di seberang Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (27/3/2018)

Ribuan pengendara ojek dalam jaringan (daring) menggelar aksi demontrasi di depan kompleks parlemen, Jakarta, Senin (23/4). Para pengemudi ojek online menuntut tiga hal, yakni kenaikan tarif bawah, perbaikan regulasi dan moratorium rekrutmen pengendara baru.

Pendamping Forum Peduli Transportasi Online Indonesia (FPTOI) Azas Tigor Nainggolan menyebutkan tuntutan pertama meminta penetapan tarif paling bawah sebesar Rp 3.200. Tarif tersebut ditentukan dengan rincian adanya beban biaya produksi per hari dengan perkiraan jarang tempuh sejauh 150 kilometer per hari atau 3.000 kilometer per bulan.

Beban biaya produksi secara langsung yang diperhitungkan terdiri dari biaya penyusutan kendaraan, bensin, oli, servis kendaraan, telepon genggam, kuota internet per hari dan pulsa.

Biaya tidak langsung per hari dihitung dari ban, kanvas rem, dan aki motor. Dari jumlah tersebut, terhitung biaya pengeluaran harian sebesar Rp 74.145,83 dan perbulannya menjadi Rp 1,788 juta. Kemudian, biaya tersebut ditambahkan dengan biaya hidup per bulan berdasarkan Upah Minimum Regional (UMR) sebesar Rp 3,648 juta.

Tigor mengatakan setiap mitra usaha dari aplikator ojek daring mendapatkan keuntungan sebesar 40%. "Jadi harga per kilometer jumlahnya Rp 7,611 juta dibagi tiga ribu per kilometer minimal driver mendapatkan Rp 2,3 ribu," kata Tigor di kompleks parlemen, Jakarta, Senin (23/4).

(Baca juga: Pengemudi Ojek Online Unjuk Rasa, Tarif Go-Jek dan Grab Melonjak)

Kedua, para pedemo juga menuntut agar pemerintah menyiapkan regulasi yang menjadi payung hukum terkait keberadaan ojek daring. Selama ini, pemerintah belum pernah mengatur keberadaan ojek daring karena belum diakui sebagai salah satu moda transportasi publik.

Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pun dinilai belum mengakomodir keberadaan moda transportasi daring. Kendati, pemerintah sudah mengatur keberadaan taksi daring melalui Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.

Padahal, lanjut Tigor, keberadaan ojek daring sudah cukup lama di Indonesia sebagai transportasi publik. "Kami ingin agar ada regulasi untuk melindungi keberadaan ojek daring. DPR agar dorong pemerintah untuk hal itu," kata Tigor.

Desakan regulasi terkait munculnya banyak penolakan atas munculnya ojek daring di berbagai daerah. Pembuatan regulasi juga karena selama ini aplikator ojek daring dituding tak pernah melibatkan para ojek daring secara proporsional dalam membuat kebijakan, termasuk tarif.

Alhasil, berbagai kebijakan tersebut kerap merugikan para pengendara ojek daring yang menjadi mitra para aplikator. "Gojek dan Grab bisa dengan bebas menentukan tarif tanpa konsultasi dengan kami sebagai drivernya," kata perwakilan FPTOI lainnya, Krisna.

Ketiga, mendesak pemerintah memberlakukan moratorium atas rekrutmen mitra pengendara baru. Selama ini, aplikator ojek daring selalu melakukan perekrutan ratusan mitra pengendara baru setiap harinya dengan alasan masih tingginya permintaan pasar.

(Baca juga: Grab Tolak Tuntutan Pengemudi untuk Naikkan Tarif)

Halaman:
Editor: Yuliawati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...