Pemanfaatan Blockchain untuk Sertifikasi Indikasi Geografis Kopi
Pelaku bisnis dan pemerintah mengkaji pemanfaatan teknologi blockchain untuk sertifikasi indikasi geografis kopi. Varian kopi spesial nusantara yang memiliki indikasi geografis masih terbatas, yakni kopi toraja dan kopi gayo.
Indikasi geografis merupakan tanda asal daerah yang memberikan reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu atas suatu barang atau produk. Reputasi ini dapat dipengaruhi faktor alam, manusia, maupun kombinasi keduanya.
M. Neil El Himam selaku Direktur Fasilitasi Infrastruktur TIK Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) menyatakan, sertifikasi indikasi geografis kopi membutuhkan kejelasan rantai pasok. Supply chain yang terdata merupakan modal dasar untuk meningkatkan nilai jual.
"Pencatatan bersama data kopi menggunakan blockchain ya untuk itu (kejelasan rantai pasok). Misalnya kopi luwak dari Lampung, bagaimana memastikan penjual di Singapura itu produknya benar luwak Lampung," katanya kepada Katadata.co.id, Senin (5/11).
(Baca juga: Kopi Giling Diminati, Pabrikan Kopi Skala Besar Tak Perlu Gusar)
Sementara itu, Wakil Ketua Asosiasi Kopi Spesial Indonesia (AKSI) Daroe Handojo mengakui bahwa kualitas kopi spesial nusantara kerap lebih baik daripada negara lain, tetapi kalah dari sisi kuantitas.
Indonesia membutuhkan basis data menyeluruh terkait rantai produksi dan distribusi kopi sehingga jaminan mutu lebih pasti. Meskipun demikian, imbuh Daroe, terdapat aspek lain yang tak kalah penting dari kualitas, yakni legalitas.
"(Basis data) ini agar sejak dari petaninya bisa merasakan nilai tambah dari apa yang sudah mereka hasilkan," ucapnya.
Direktur Akses Nonperbankan Bekraf Syaifullah mengutarakan, guna menjaga bahkan meningkatkan nilai jual kopi spesial nusantara dibutuhkan kejelasan rantai produksi dan distribusi. Menurutnya, teknologi blockchain dapat mengakomodir hal ini.
"Blockchain dapat memperjelas penelusuran record kopi, misalnya dari daerah mana. Teknologi ini juga untuk transparansi data tersebut. Kalau data rantai pasok bisa transparan, ini bisa jadi jaminan ke lembaga jasa keuangan (untuk akses kredit)," tutur Syaifullah.
(Baca juga: Investasi Mesin dan Margin Jadi Tantangan Warkop Garap Jasa Sangrai)
Direktur Teknis Blocksphere Gilang Bhagaskara membenarkan, kopi sangat memungkinkan untuk ditelusuri asal usulnya menggunakan blockchain. Tranparansi jejak produksi dan distribusi membuat komoditas ini lebih terjaga mutunya.
"Semua pihak jadi bisa melakukan penelusuran ke belakang sehingga bisa menjadi nilai tambah untuk komoditas bersangkutan. Untuk kopi, tujuan blockchain agar kualitas mutunya sesuai dengan yang dipromosikan di hilir," kata Gilang.
Namun, imbuhnya, tantangan untuk menerapkan teknologi tersebut bukan soal infrastruktur teknis. Kendala utama justru menyangkut penerimaan masyarakat dan sejauh mana kesiapan untuk mengadopsinya.
Senada, Chief Technology Officer HARA Token Imron Zuhri menyatakan bahwa pendataan indikasi geografis komoditas kopi menggunakan teknologi blockchain belum ada di Indonesia. "Yang terutama adalah kesiapan untuk menghadapi arus informasi yang transparan," ujarnya.
(Baca juga: Kopi Cold Brew, Tren Baru atau Sekadar Alternatif Pilihan?)