Dikritik soal Impor Gula, Mendag: Produksi Tak Cukup Penuhi Kebutuhan
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menjawab kritik keputusan impor gula yang membuat Indonesia menjadi pengimpor terbesar sepanjang 2017/2018. Hal itu sebelumnya menjadi sorotan Ekonom Senior Universitas Indonesia Faisal Basri dalam cuitannya di Twiter menyusul tingginya impor gula menjelang Pemilihan Umum.
Enggar mengatakan keputusan impor sudah berdasarkan analisis kebutuhan masyarakat dengan menghitung jumlah volume produksi dengan kualitas gula untuk kebutuhan industri. "Jumlah produksi gula tidak mencukupi untuk konsumsi, apalagi buat industri," kata dia di Jakarta, Kamis (10/1).
(Baca: Faisal Basri Soroti Besarnya Data Impor Gula Jelang Pemilu)
Tahun lalu, pemerintah menetapkan keputusan impor gula mentah untuk industri rafinasi sebesar 3,6 juta ton. Kemudian, pemerintah kembali memutuskan impor gula tambahan sebanyak 1,1 juta ton untuk menambal kebutuhan konsumsi pada periode Januari hingga Mei 2019.
Sementara itu, data Kementerian Pertanian juga menyatakan produksi gula yang berasal dari tebu petani sepanjang 2018 hanya mencapai 2,25 juta ton. Sehingga, ada defisit produksi dengan kebutuhan gula yang harus dipenuhi dari impor.
Kondisi pasokan juga semakin minim seiring banyaknya pabrik pemrosesan tebu menjadi gula yang tutup. "Kalau suplai berkurang pasti harga akan naik," ujarnya.
Padahal untuk komoditas gula, pemerintah sudah menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) sebesar Rp 12.500 per kilogram. Karenanya, untuk menyeimbangkan harga agar tetap stabil, maka pemerintah kemudian memutuskan mengambil langkah impor.
Di luar itu, keputusan impor juga dilekukan karena mempertimbangkan kualitas produksi gula dalam negeri belum bisa memenuhi kebutuhan industri. Kadar ICUMSA (International Commision for Unifom Methods of Sugar Analysis) gula petani sangat tinggi, sehingga warnanya tidak putih.
Karena itu, menurutnya rekomendasi impor juga berasal dari Kementerian Perindustrian. Sebagai bahan baku, gula impor dibutuhkan untuk kegiatan proses industri. "Kita saksikan sendiri industri makanan dan minuman punya pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat," kata Enggar.
Berdasarkan catatan Kementerian Perdagangan, sepanjang 2018 realisasi impor gula mentah untuk industri mencapai 3,37 juta ton. Sementara itu, realisasi impor gula untuk konsumsi sebesar 1,07 juta ton.
(Baca: Berpotensi Ganggu Kebutuhan Industri, Mendag Tak Mungkin Setop Impor)
Sebelumnya, Faisal Basri memberi kritik pedas terkait impor gula. Menurutnya, dengan impor sebanyak 4,45 juta ton, berdasarkan data Statista, Indonesia menjadi importir gula terbesar dunia melampaui Tiongkok dan Amerika Serikat.
Dengan impor yang tinggi, dia pun meminta pemerintah mewaspadai praktik pemburu rente yang berpotensi memperburuk defisit neraca perdagangan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia mencatat defisit perdagangan sebanyak tujuh kali sejak merdeka pada 1945. Namun, tahun 2018 agaknya akan menjadi sejarah baru defisit neraca dagang terbesar karena sudah mencapai US$ 7,5 miliar sepanjang Januari hingga November 2018.
"Praktik rente yang gila-gilaan seperti ini berkontribusi memperburuk defisit neraca perdagangan," cuitnya di Twitter, Rabu (9/1) lalu.