Fitch Ungkap Problem Berat Keuangan Grup Duniatex
Anak usaha Duniatex Group, PT Delta Merlin Dunia Textile (DMDT), diprediksi tidak akan mampu membayar kewajiban amortisasi dan utang bank maupun obligasi yang jatuh tempo pada kuartal III 2019. Perseroan juga tidak menyiapkan strategi manajemen likuiditas atau strategi pembiayaan yang kredibel dari Duniatex Group.
Fitch Ratings menyebutkan, peringkat utang Delta Merlin kembali dipangkas dari B- menjadi CCC- alias masuk kategori junk bond. Dana kas Delta Merlin yang sebesar Rp 700 miliar per Maret 2019 diperkirakan tidak cukup untuk menghadapi pembayaran bunga, amortisasi, dan utang yang jatuh tempo pada kuartal III 2019 sebesar Rp 400 miliar-Rp 450 miliar.
Associate Director Fitch Ratings Singapura Bernard Kie, mengatakan seretnya kondisi likuiditas Delta Merlin disebabkan oleh kebutuhan modal kerja yang lebih tinggi, melambatnya penjualan, dan penyelesaian kontrak opsi valas dengan skema Out of The Money (OTM). Dalam kontrak OTM, harga opsi beli lebih tinggi dibandingkan dengan harga pasar aset yang menjadi jaminannya.
Delta Merlin menerbitkan obligasi senilai US$ 300 juta atau sekitar Rp 4,2 triliun pada Maret 2019. Obligasi dolar dengan kupon 8,625% per tahun itu akan jatuh tempo pada 2024. Perusahaan harus membayar bunga obligasinya pada 21 September 2019. Namun, perusahaan tidak mampu menyisihkan dana ke dalam rekening pembayaran bunga. Kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban berikutnya terhadap obligasi tersebut pun terancam tak terpenuhi.
(Baca: Gagal Bayar Obligasi, Duniatex Punya Mal hingga Rumah Sakit)
Menurut Fitch, kemampuan Delta Merlin untuk mencari pinjaman dari perbankan dan pasar modal pun berpotensi terhambat. Dokumentasi obligasi DMDT tidak termasuk klausul cross default yang menghubungkan kemampuan finansial perusahaan dengan kinerja perusahaan afiliasnya. Namun, Fitch yakin akses Delta Merlin ke bank dan pasar modal akan dibatasi karena tekanan terhadap kinerja satu perusahaan akan berdampak pada perusahaan yang beroperasi di bawah Duniatex Grup.
Salah satu anak usaha Duniatex, yakni PT Dunia Delta Dunia Sandang Tekstil (DDST) terlambat membayar kewajibannya dan harus melakukan restrukturisasi. Kondisi ini mempersulit upaya Delta Merlin untuk mencari pinjaman baru untuk menutup utangnya. Perusahaan juga kesulitan memenuhi kebutuhan modal kerja sehari-hari. Jika perusahaan memiliki kewajiban lain di luar obligasi dolarnya senilai lebih dari US$ 10 juta, hal itu bisa memicu klausul gagal bayar (default) terhadap obligasinya.
(Baca: BNI Pastikan Miliki Jaminan 2,5 Kali Lipat dari Nilai Kredit Duniatex)
Tekanan Perang Dagang dan Serbuan Tekstil Impor
"Peringkat DMDT ini juga mencerminkan melemahnya kemampuan perusahaan untuk menghasilkan arus kas dalam jangka pendek, yang sebagian disebabkan oleh tingginya pasokan kain impor di pasar domestik," ujar Fitch dalam siaran pers. Tarif impor sebesar 25% yang dikenakan Amerika Serikat (AS) terhadap produk-produk Tiongkok menyebabkan produsen dari negara Tirai Bambu itu mengalihkan ekspor produknya ke negara-negara lain di Asia, termasuk Indonesia.
Hal ini menyebabkan penjualan dan kebutuhan modal kerja Delta Merlin tertekan. Apalagi, ada kebutuhan untuk membayar kontrak forward dolar AS dalam enam hingga 12 bulan ke depan. Delta Merlin dan anak-anak usaha Duniatex lainnya biasanya melakukan lindung nilai (hedging) sebagian kebutuhan dolarnya melalui kontrak forward dolar AS itu. "Kami paham kontrak valas perusahaan adalah kontrak opsi OTM sehingga perusahaan menghadapi penarikan dana dalam jumlah besar ketika kontrak diselesaikan dalam jangka pendek," kata Fitch Ratings.
Pada 18 Juli lalu, Fitch Ratings telah memangkas peringkat utang Delta Merlin dari BB- menjadi B- karena risiko pembiayaan kembali (refinancing) dan likuiditas yang semakin ketat. Lembaga pemeringkat itu juga menempatkan perusahaan yang bermarkas di Solo itu dalam Rating Watch Negative (RWN). Semula Fitch memperkirakan peringkat utang Delta Merlin hanya akan turun satu notch tetapi akhirnya anak usaha Duniatex ini terlempar ke kelompok obligasi sampah (junk bond).
Beberapa perusahaan tekstil Indonesia yang menerbitkan obligasi dolar memiliki peringkat yang lebih baik dibandingkan Delta Merlin. PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) memiliki peringkat BB- dengan prospek stabil. Begitu pula dengan PT Pan Brothers Tbk (PBRX) yang memiliki peringkat B dengan prospek stabil.
(Baca: Kredit Bank Mandiri ke Duniatex Rp 1,7 Triliun, Belum Kategori Macet)