Riset GFW: Larangan Kapal Asing Efektif Tekan Penangkapan Ikan Ilegal

Dwi Hadya Jayani
25 Juli 2019, 13:02
Menteri Susi, pembatasan kapal asing, penangkapan ikan ilegal, ilegal fishing, menteri kelautan dan perikanan
ANTARA FOTO/JESSICA HELENA WUYSANG
Sejumlah anak buah kapal bantu menyemprotkan air menggunakan mesin pompa ke dalam kapal nelayan Vietnam saat penenggelaman di Pulau Datuk, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat, Sabtu (4/5/2019). Kementerian Kelautan dan Perikanan menenggelamkan 13 dari 51 kapal nelayan asing asal Vietnam yang ditangkap karena mencuri ikan di Perairan Indonesia.

Global Fishing Watch (GFW) menilai kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti memberlakukan kebijakan moratorium kapal asing dalam perikanan tangkap, sudah efektif menekan jumlah penangkapan ikan ilegal. Kebijakan ini dinilai berhasil meningkatkan stok sumberdaya ikan di Indonesia.

Dengan kebijakan ini kapal asing yang beredar di perairan Indonesia sudah jauh berkurang, sehingga gangguan pun berkurang. "Tidak hanya stok sumber daya ikan yang meningkat, tetapi ruang atau akses nelayan dan industri perikanan nasional sangat terbuka saat ini," kata Achmad Santosa, Koordinator Staf Khusus Satgas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal (Satgas 115) di Jakarta, Rabu (24/7).

(Baca: Jokowi Sebut Larangan Kapal Asing Berhasil Usir 7 Ribu Kapal Ilegal)

Hal tersebut diperkuat dengan analisis GFW yang membandingkan tren kapal asing yang beredar di perairan Indonesia sebelum dan sesudah kebijakan moratorium. Analisis GFW menggunakan sumber data dari sistem navigasi untuk kapal berukuran besar (Automated Identification Systems/AIS) dan sistem pemantauan kapal perikanan (Vessel Monitoring System/VMS).

Pertama, pascamoratorium terdapat pengurangan yang signifikan terhadap aktivitas kapal asing berdasarkan data AIS, khususnya di lokasi Laut Arafura. Sebelumnya, di rentang 2012-2014, terdapat 25 kapal ikan asing terdeteksi berlayar di perairan Indonesia dengan 92 persen kapal berbendera Tiongkok atau Taiwan yang berukuran 80-1500 gross tonnage (GT).

"Persebaran aktivitas perikanan tersebut terjadi di Laut Arafura dan Samudera Pasifik Utara Papua." jelas Imam Prakoso, Analyst GFW di Kekini pada Rabu, (24/7). Sementara dengan data VMS, telah berkurang signifikan dan dapat dikatakan menghilang setelah moratorium.

Kedua, sebelum moratorium terdapat banyak kapal pengangkut ikan (reefer) yang digunakan untuk membawa hasil tangkapan ikan ke luar Indonesia. Hal tersebut seringkali sulit untuk diketahui dari mana reefer berasal sehingga memicu terjadinya penangkapan ikan secara ilegal atau illegal fishing.

(Baca: Menteri Susi Klaim Stok Ikan Melimpah karena Penenggelaman Kapal Asing)

GFW mengkaji hal ini melalui pemantauan aktivitas loitering event kapal-kapal tersebut. Aktivitas ini mengindikasikan adanya pertemuan reefer dengan kapal lain di luar laut indonesia.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...