Meski Harganya Tinggi, PLN Tetap Transisi ke Energi Baru Terbarukan

Image title
6 Februari 2020, 17:12
pln, pembangkit listrik, energi baru terbarukan (ebt)
ANTARA FOTO/ADITYA PRADANA PUTRA
Ilustrasi, petugas melakukan perawatan panel surya di atap Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Rabu (31/7/2019). PLN berkomitmen menggunakan pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) meskipun harganya kemungkinan naik dengan skema feed in tariff.

Perusahaan Listrik Negara atau PLN berkomitmen mencapai target bauran energi dengan mengganti pembangkit listrik berbasis fosil dengan energi baru terbarukan (EBT). Biarpun harga beli listrik berbasis EBT bisa lebih tinggi dengan adanya skema feed in tariff. 

Biarpun begitu, Wakil Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan harga beli listrik dari EBT bisa lebih murah untuk memasok listrik ke pelosok daerah dan wilayah terkecil. Sebab, biaya untuk membangun kelistrikan di wilayah terpencil dan terpelosok cukup tinggi. 

"Ada daerah-daerah khusus yang penekannya kami sediakan listrik secara cepat. Ini cara satu satunya, renewable energy," ujar Dharmawan saat ditemui di Jakarta, Kamis (6/2).

Apalagi pemerintah akan menetapkan staging tariff dalam skema feed in tariff. Dengan begitu, harga listrik yang dibeli PLN dari pembangkit listrik berbasis EBT semakin lama bakal semakin rendah. 

"Kalau dulu kita lihat harga listrik dari pembangkit solar (surya) atap 20 sen dolar AS per kwh turun jadi 10 sen per dolar AS per kwh," ujarnya.

PLN menargetkan bauran energi pada 2025 untuk pembangkit listrik berbasis EBT sebesar 23%. Sedangkan sisanya diisi oleh energi fosil yang terdiri dari gas sebesar 22%, batu bara 55,6%, dan bbm 0,4%.

(Baca: Butuh Rp 11 Triliun, PLN Gandeng Swasta Pasok Listrik ke Wilayah 3 T)

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...