Skema Jual Beli Listrik dari Pembangkit Batu Bara Bisa Rugikan PLN

Anggita Rezki Amelia
11 Agustus 2017, 18:18
PLTU Suralaya
Arief Kamaludin|KATADATA
Saat ini Pembangkit Listrik Suralaya masih yang terbesar di Indonesia dan mensuplai kebutuhan listrik nasional hingga 20 persen.

 (Baca: Revisi Rencana Listrik: Pembangkit Batubara Dominan, Gas Berkurang)

Berdasarkan asumsi bahwa 40% dari kapasitas tidak akan terserap oleh sistem, maka sebanyak 5.138MW harus tetap ditanggung pembayaran kapasitasnya. Berarti PLN harus mengeluarkan US$ 16,2 miliar untuk kapasitas yang terbuang.

Untuk itu menurut Chung, sistem ketenagalistrikan Jawa-Bali tidak perlu menambah pembangkit dari batu bara. “Karena yang terdapat hari ini dalam sistem hanya memproduksi setengah dari kapasitas seharusnya, " ujar dia.

Selain itu, biaya tenaga listrik batu bara juga rentan inflasi. Ini terbukti dengan membandingkan biaya pokok pembangkitan (BPP) di Indonesia dari 2015 sampai 2016. Hasilnya, sebanyak 16 dari 21 propinsi mengalami kenaikan BPP daerah, yang diakibatkan oleh dominasi PLTU.

Di sisi lain, menurut Chung, Indonesia memiliki beberapa pilihan energi baru terbarukan sebagai sumber energi. Apalagi  harga energi terbarukan terus mengalami penurunan drastis.

Contohnya adalah Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) fotovoltaik. Pada tahun 2016, biaya listrik teraras bagi PLTS fotovoltaik di Indonesia diperkirakan berada pada US$ 17 sen per kWh.

(Baca: Tambahan Subsidi Listrik Ditolak DPR, PLN Talangi Rp 5,6 Triliun)

Analisa dari IEEFA menunjukkan bahwa PLTS fotovoltaik akan menjadi kompetitif bagi pemanfaat on-grid pada tahun 2021. Pada saat itu harganya mencapai US$ 8 sen per kWh dan bahkan sistem Jawa-Bali.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...