Selain Garuda, Proyek Listrik PLN Tersangkut Dana Suap Rolls-Royce

Maria Yuniar Ardhiati
23 Januari 2017, 07:00
Pembangkit Listrik
Arief Kamaludin|KATADATA

Pada 3 Mei 2007, seorang staf Rolls-Royce bertemu dengan Perantara 7 serta seorang direktur PLN. Dari pertemuan itu, Rolls-Royce dapat mengidentifikasi para “pemain” serta “orang-orang berpengaruh” di PLN. Dengan begitu, Rolls-Royce dapat mengantisipasi adanya penawaran harga yang lebih murah dari kompetitor.

Sore harinya melalui sebuah e-mail, seorang pegawai Rolls-Royce di Indonesia menyatakan telah mengagendakan pertemuan pada malam hari dengan petinggi perusahaan kompetitornya. “Pertamuan malam ini terlihat menjanjikan. Tolong rahasiakan hal ini!” tulis pegawai tersebut.

Sejumlah pegawai Rolls-Royce menyusun surat untuk petinggi perusahaan kompetitor tersebut. Isinya, Rolls-Royce menawarkan bekerjasama dengan perusahaan lain, yang sebenarnya juga dipimpin oleh petinggi itu.

“Untuk menjamin kelangsungan pembangkit listrik di Tanjung Batu…terutama melalui LTSA. Nilai kontraknya £ 21.169.500 untuk periode tujuh tahun.” (Baca: Dugaan Suap Emirsyah Telah Menjerat Rolls-Royce di Inggris)

Mereka pun menyatakan, Perantara 7 akan memberikan kontrak kepada petinggi perusahaan kompetitor itu dan menawarkan 2 persen dari total nilai kontrak. Hal ini sebagai imbalan atas langkah petinggi tersebut untuk memastikan konsorsiumnya memberikan penawaran yang tidak menarik kepada PLN. Jadi, Rolls-Royce berpeluang memenangkan tender.

Rolls-Royce mengajukan penawaran kepada PLN pada tanggal 9 Mei 2007. Sebuah dokumen PLN memperlihatkan konsorsium tersebut memberikan penawaran harga yang lebih mahal US$ 1 juta dibanding tawaran Rolls-Royce.

Pada Juni 2007, tekanan makin besar karena kontrak perawatan generator antara Rolls-Royce dan PLN akan segera berakhir. Direktur dari Perantara 7 mengirimkan e-mail yang menyatakan kesulitannya memastikan semua orang penting PLN menandatangani kesepakatan dengan Rolls-Royce.

Akhirnya, kontrak LTSA antara Rolls Royce dan PLN diteken pada 20 Agustus 2007. Tiga bulan berselang, Perantara 7 mendesak dua pegawai Rolls-Royce membayar komisi untuk LTSA itu.

Ia menginginkan sebagian pembayaran dilakukan di Indonesia, dan sebagian lagi untuk rekeningnya di Singapura. Solusinya, komisi sebesar 2 persen itu dibayarkan melalui perusahaan cangkang.

Direktur dari Perantara 7 kemudian diminta membuka sebuah rekening baru pada bank di Indonesia. Ia menerima komisi melalui dua mata uang, dan pada dua rekening bank yang berbeda.

Dalam sebuah e-mail, saat berusaha meminta pembayaran dari Rolls-Royce di Singapura, Perantara 7 menyatakan uang tersebut akan diberikan kepada PLN. Rolls-Royce pun membayarkan komisi yang dijanjikan kepada Perantara 7 atas kontrak LTSA tahun 2008.

Halaman:
Reporter: Muhammad Firman
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...