Kotak Pandora Beralihnya Kewenangan Izin Tambang ke Pusat

Image title
11 Desember 2020, 17:26
izin tambang, uu minerba, pertambangan, kpk, uu cipta kerja, omnibus law
Iurii Kovalenko/123rf
Ilustrasi. Kewenangan perizinan tambang beralih dari pemerintah daerah ke pusat mulai hari ini, Jumat (11/12).
Tambang Batu Bara
Ilustrasi aktivitas tambang.  (Donang Wahyu | KATADATA)

Pengawasan Lingkungan Berpotensi Berkurang

Pakar Hukum Pertambangan Ahmad Redi berpendapat pengusahaan pertambangan tidak hanya mengenai penerbitan izin. Namun ada kewajiban pembinaan, pengawasan, penegakan hukum, dan pengendalian. 

Perizinan yang bersifat sentralistik akan berdampak pada tidak efektifnya kewajiban-kewajiban itu. Dalam pasal 18A Undang-Undang Dasar 1945 pun mengatur hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam pengelolaan sumber daya alam mesti dilakukan secara adil dan selaras. 

Sentralisasi perizinan dapat menimbulkan ketidakadilan dan ketidakselarasan pengelolaan sumber daya alam. Potensi penerimaan daerah yang hilang dari kewenangan perizinan juga akan terjadi. "Ini akan menimbulkan permasalahan keuangan daerah," ujarnya.

Persoalan baru lainnya, perizinan di pemerintah pusat membuat jarak pelayanan sangat jauh dengan rakyat, meskipun melalui digitalisasi. Tak hanya itu, kebijakan ini bakal membuka persoalan baru terkait pengawasan lingkungan. 

Pemerintah pusat di Jakarta tak mampu memantau terus potensi kerusakan lingkungan yang degradatif di daerah, apalagi penambangan ilegal besar-besaran. “Indonesia sangat luas. Pengawasan pertambangan itu harus melekat dan dekat,” kata Ahmad Redi.

Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sujatmiko mengatakan pengalihan kewenangan tersebut sudah sesuai dengan amanat UU Minerba.

Kementerian telah mengirimkan surat kepada para gubernur untuk segera menyerahkan seluruh perizinan daerah. “Pemerintah pusat yang akan mengelola perizinan nasional,” kata Sujatmiko kemarin.

TAMBANG PASIR DAN BATU SUNGAI DI GOWA
Ilustrasi aktivitas tambang. (ANTARA FOTO/Arnas Padda/yu/aww.)

Proses Gugatan UU Minerba Masih Berlangsung

Di saat pengalihan berlaku saat ini, proses gugatan UU Minerba di Mahkamah Konstitusi sedang berlangsung. “Persidangannya masih berjalan, belum diputus,” kata Ahmad Redi, yang menjadi kuasa hukum penggugat undang-undang itu. 

Gugatan aturan itu sudah masuk ke MK pada 10 Juli lalu atau sebulan setelah UU Minerba disahkan. Pemohon uji materinya merupakan pimpinan kepala daerah dan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Mereka menganggap aturan itu meniadakan kewenangannya. 

Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Djohan mengatakan UU Minerba menegasikan kewenangan pemerintahan daerah. Dalam aturan yang baru, seluruh kewenangan pertambangan ditarik ke pemerintah pusat.

Karena itu, UU Minerba dianggap bertentangan dengan Pasal 18 dan Pasal 18A Undang-Undang Dasar 1945 serta semangat otonomi daerah. "Kami mengajukan uji formil ini semata-mata ingin daerah dilibatkan dalam kewenangan pertambangan, apalagi urusan sumber daya alam ini sangat sensitif di masyarakat," ujar Erzaldi. 

Pasal yang menjadi bahan gugatan adalah Pasal 35 ayat 1 yang berbunyi, usaha pertambangan dilaksanakan berdasarkan perizinan berusaha dari pemerintah pusat. Lalu, di ayat 5 tertulis pemerintah pusat dapat mendelegasikan kewenangan pemberian perizinan berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat 2 kepada pemerintah daerah provinsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

UU Minerba juga dianggap melanggar ketentuan UUD 1945 karena tak melibatkan DPD. Ketua Panitia Perancang Undang Undang (PPUU) DPD RI Alirman Sori mengatakan hal itu bertentangan dengan Pasal 22D UUD Negara RI Tahun 1945, Pasal 249 UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD serta Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-X/2012.

Deretan aturan itu menyebutkan DPD mempunyai kewenangan membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan hubungan pusat dan daerah serta pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya. 

Pembahasan RUU Minerba yang tidak melibatkan DPD dianggap pelanggaran terhadap UUD Negara RI Tahun 1945 dan inkonstitusional. "(Pembahasan RUU Minerba) hanya sebatas meminta pandangan masukan. Di konstitusi diatur seharusnya DPD ikut membahas secara tuntas pada tingkat satu," kata Ketua Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD Alirman Sori.

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...