Tantangan SKK Migas Menghindari Senja Kala Industri Minyak dan Gas

Muhamad Fajar Riyandanu
25 Juli 2022, 14:12
SKK Migas, industri minyak dan gas
ANTARA FOTO/Dedhez Anggara/hp.
Sebuah kapal berlabuh di sekitar stasiun terapung suplai minyak dan gas lepas pantai di perairan Balongan, Indramayu, Jawa Barat, Rabu (11/11/2020).

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi atau SKK Migas mengatakan Indonesia masih punya peluang untuk kembali ke era bonanza minyak seperti medio 1980-an. Alasannya, Indonesia baru memanfaatkan 20 cekungan dari total 128 cekungan minyak yang ditemukan.

Kepala SKK Migas, Dwi Soetipto, menyebut industri migas tanah air masih jauh dari kondisi 'sunset'. Walau begitu, Dwi menyadari keberlangsungan energi fosil lambat laun akan tergantikan oleh energi baru dan terbarukan. "Masih ditemukan cadangan tapi belum produksi, tantangannya keekonomian dan keberadaan investasi untuk mengekploitasi lapangan itu," kata Dwi dalam Energy Corner CNBC pada Senin (25/7).

Di masa depan, minyak dan gas bumi akan lebih banyak digunakan sebagai pendukung industri petrokimia ketimbang dimanfaatkan sebagai bahan bakar. Bisnis energi fosil gas juga dirasa masih berumur panjang karena disebut sebagai jembatan transisi energi. "(Industri) migas juga sebagai umpan industri pertomikima, migas itu tidak harus dibakar tapi unutk pertrokimia," kata dia.

Lebih lanjut, ujar Dwi, pencapaian rasio penggantian cadangan migas atau Reserve Replacement Ratio (RRR) di Indonesia masih tinggi, yakni selalu berada di atas 100% sejak 2018. Dengan dimulainya proyek Lapangan Abadi Blok Masela, peningkatan RRR digadang-gadang mencapai 300%. "Tahun ini kami harap mendapatkan RRR 219%, tahun depan 208%. Ini bisa diambil dengan tambahan-tambahan cadangan," ujar Dwi.

Di sisi lain, Wakil Ketua Komisi VII Maman Abdurrahman menyatakan produksi minyak nasional terus mengalami kemerosotan. Pemerintah dan DPR pun menurunkan asumsi lifting minyak bumi pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2023 di angka 660.000-680.000 barel per hari.

Angka ini lebih rendah dari target tahun ini sebesar 703.000 barel per hari. "Produksi minyak dari tahun ke tahun turun, itu fakta yang tidak bisa dihindari. Minyak dan gas ini masih bisa menjadi tulang punggung tapi sudah masuk dalam era 'sunset', era 'sunrise'-nya itu EBT," kata Maman.

Untuk mengoptimalisasi cadangan migas yang masih tersisa, Maman mengatakan pemerintah harus mempermudah izin dan membebaskan beberapa tarikan dana kepada investor. Satu poin yang dirasa penting adalah memangkas proses perizinan berlapis yang mengatur soal perizinan dari tingkat pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota.

Langkah ini diyakini sebagai salah satu cara untuk mendongkrak capaian lifting migas. "Langkah investasi migas harus simpel, kemarin Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mau melakukan pungutan lagi untuk pengeboran di lepas pantai. Itu malah semakin menurunkan minat investor untuk berinvestasi," ujarnya.

Pada kesempatan tersebut, Maman juga menyoroti sejumlah pihak yang berbangga hati saat PT Pertamina mengambilalih sejumlah blok minyak besar dari tangan Chevron dan Total. Menurutnya, akuisisi lapangan minyak oleh Pertamina dari perusahaan asing tetap tidak bisa tidak menambah capaian produksi migas nasional.

"Itu bukan prestasi, memang kita menguasai tapi tidak menambah produksi nasional. Yang musti dilakukan Pertamina itu mendorong ekplorasi blok-blok baru yang bisa memberi kefaedahan. Jangan lagi heroik bahwa migas kita masih banyak," kata Maman.

Dewan Energi Nasional (DEN) menyatakan bahwa Indonesia harus mengelola sumber daya alam (SDA) dengan baik. Hal ini seiring dengan cadangan migas dan batu bara, yang menjadi sumber energi utama saat ini hanya mampu bertahan dalam kurun waktu singkat.

Anggota DEN Satya Widya Yudha menyatakan cadangan minyak bumi di Indonesia mencapai 4,2 miliar barel yang diperkirakan hanya mampu bertahan sampai 9 tahun ke depan. Sedangkan cadangan gas 62,4 triliun kaki kubik (TCF) yang ditaksir bertahan hingga 18 tahun.

RI masih memiliki cadangan batu bara yang melimpah mencapai 38,8 miliar ton atau dapat bertahan hingga 69 tahun. Menurut Satya, SDA yang tersisa perlu dikelola oleh pemerintah yang baik dan transparan demi pembangunan yang berkelanjutan dan peningkatan daya saing dalam iklim investasi dan bidang industri ekstraktif.

"Apabila kita memenuhi kaidah-kaidah itu, maka pengelolaan sumber daya alam kita dapat bermanfaat bukan hanya generasi sekarang, tapi sampai generasi yang akan datang," kata Satya dalam acara Pengelolaan Keuangan Pusat-Daerah dalam Pemanfaatan Dana Abadi untuk Pembangunan Berkelanjutan pada Selasa (19/7).

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu
Editor: Yuliawati

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...