KSPI Peringatkan Dampak Anjloknya IHSG Terhadap Industri Rokok dan Makanan


Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok pada Selasa (18/3) dan bisa mengancam industri rokok serta makanan, terutama karena fluktuasi pasar saham dapat menambah beban biaya produksi.
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menilai kenaikan biaya ini bisa memicu harga jual yang lebih tinggi, penurunan permintaan, serta berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK).
Presiden KSPI Said Iqbal menyebut pelemahan IHSG tersebut merupakan respons pasar terhadap revisi Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 tentang TNI. Buruh khawatir revisi tersebut membuka peluang kembalinya dwifungsi TNI, yang dinilai dapat menimbulkan ketidakstabilan.
Pihaknya belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait hal ini. Namun, KSPI mengingatkan pemerintah agar berhati-hati dalam mengubah UU TNI guna menghindari gejolak di pasar.
"Kami tidak pro pasar, tetapi kebijakan yang salah bisa direspons negatif oleh pasar. Kami tidak selalu sependapat dengan pasar, namun kehati-hatian menjadi penting karena pasar saham pada dasarnya berideologi liberal," ujar Said di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Kamis (20/3).
Said menegaskan bahwa dampak IHSG yang anjlok tidak hanya dirasakan oleh investor asing, tetapi juga investor domestik. Ia mencatat bahwa banyak investor dalam negeri menarik modalnya dari emiten lokal, terutama di sektor pangan. Beberapa emiten yang terdampak oleh anjloknya IHSG pekan ini, seperti Sinarmas Group dan Wilmar Group.
Selain itu, Said memperingatkan bahwa guncangan terhadap perusahaan domestik dapat berdampak pada kenaikan harga pangan, yang pada akhirnya akan memberatkan buruh dan masyarakat kecil.
Investor Waspadai Kasus Korupsi Besar RI
Sebelumnya, Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin menilai kepercayaan investor saat ini terguncang akibat maraknya kasus korupsi besar. Ditambah lagi, revisi UU TNI yang berpotensi memicu gejolak politik semakin memperburuk situasi. "Spekulan memanfaatkan psikologi pasar yang khawatir," kata Wijayanto.
Di sisi lain, data dari Kementerian Keuangan mencatat defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada Februari 2025 mencapai Rp 31,2 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani melaporkan bahwa pendapatan negara dalam dua bulan pertama tahun ini baru mencapai Rp 316,9 triliun, sementara belanja negara mencapai Rp 348,1 triliun.