Menunggu Dampak Moratorium Sawit

Image title
Oleh Tim Publikasi Katadata - Tim Publikasi Katadata
4 Desember 2019, 14:30
Harga Minyak Sawit Mentah
ANTARA FOTO/FB Anggoro

Justru pelaksanaan moratorium sawit di tingkat nasional, menurut Teguh, berjalan lambat. Tidak semua pejabat terkait yang menerima instruksi itu memahami dan menjalankan instruksi presiden sepenuhnya. Walau moratorium sawit sudah berjalan satu tahun, perkembangan di lapangan terbatas pada sinkronisasi dan kelengkapan data, dalam arti hanya memastikan berapa sebenarnya tutupan sawit di Indonesia. Belum terdengar kabar dari pemerintah bagaimana kemajuan upaya penyelesaian tumpang tindih izin dan fungsi lahan. Belum lagi jika bicara soal peningkatan produktivitas perkebunan kelapa sawit.

Penyebabnya secara umum, lanjut Teguh, adalah akibat masalah komunikasi yang kurang lancar antara pejabat di tingkat nasional, pemprov, dan pemkab. Karena tidak diterjemahkan dengan tepat, kebijakan dari pusat kerap menyimpang di daerah.

Menurut data KLHK (2017) luas kawasan hutan adalah 120 juta hektare. Sebagian besarnya atau 68,8 juta hektare adalah Hutan Produksi yang boleh dieksploitasi dan seluas 12,8 juta hektare adalah Hutan Produksi Konversi yang dialokasikan untuk kebutuhan sektor lain, dalam hal ini adalah sektor perkebunan, melalui pelepasan kawasan hutan. Sektor perkebunan yang paling sering mengajukan permohonan kawasan yang siap dilepaskan di antaranya perkebunan coklat, karet, dan kelapa sawit.

Hutan yang dapat dikonversi seluas 12,8 juta hektare itu sekarang sedang dalam proses untuk mengalokasikan ruang, belum dilepaskan. Hal itu dikemukakan oleh Kasubdit Perubahan Peruntukan Fungsi Kawasan Hutan KLHK Sigit Nugroho kepada Katadata pada 13 September 2019.

Ditambah, penemuan analisis Madani Berkelanjutan tahun 2019, berupa 1 juta hektare kebun sawit milik 724 perusahaan berada di dalam hutan primer dan lahan gambut yang tersebar di 24 provinsi. Sebagian besar kebun sawit itu sudah beroperasi dan sebagian sudah mendapatkan izin tapi belum melakukan pembukaan hutan.

Fokus pada Perbaikan
Empat tahun sebelum Inpres 8/2018 diteken, yakni sejak 2014, PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk (SMART Tbk) sudah tidak lagi membuka lahan untuk perkebunan kelapa sawit karena ingin fokus pada perbaikan kebun yang telah dikelola. Hal itu dilakukan agar dapat memenuhi syarat mendapat sertifikasi bahwa produk SMART Tbk bersahabat dengan lingkungan.

Direktur Sinar Mas Agus Purwanto yang dijumpai Katadata di Jakarta, 29 Agustus 2019, menjelaskan, perbaikan yang dimaksud antara lain menggenjot produktivitas, melakukan mekanisasi, penerapan teknologi (internet of things), serta menggunakan aplikasi untuk data-data pemanenan.

SMART Tbk memiliki total areal tanam di Indonesia 498.395 hektare, termasuk kebun milik petani swadaya. Luas perkebunan kelapa sawitnya di Indonesia 138.700 hektare, termasuk lahan milik petani plasma.
Jumlah kebun yang dikelola adalah 180 kebun tersebar di 12 provinsi, sebagian besar berada di Kalimantan dan Sumatera, termasuk di Papua yang sudah dimiliki sejak 30-an tahun lalu dan sudah replanting. Lebih dari separuh luas kebun tersebut adalah kawasan yang harus dikonservasi.

Moratorium yang sedang berlaku sekarang, menurut Agus, sangat membantu dunia persawitan agar sama-sama menuju arah perkebunan kelapa sawit yang keberlanjutan, sebab susah jika diserahkan sepenuhnya kepada pelaku pasar.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...