Komitmen Wamenlu Mahendra Lawan Kampanye Hitam Sawit

Pingit Aria
2 November 2019, 08:14
Pekerja mengangkut tandan buah segar kelapa sawit hasil panen di PT Ramajaya Pramukti di Kabupaten Siak, Riau, Rabu (2/10/2019).
ANTARA FOTO/FB Anggoro
Pekerja mengangkut tandan buah segar kelapa sawit hasil panen di PT Ramajaya Pramukti di Kabupaten Siak, Riau, Rabu (2/10/2019).

Menurutnya, dunia harus melihat industri sawit secara lebih adil. Sebba, sawit bukan semata untuk memenuhi pasar Eropa saja namun juga pasar dunia yang akan tumbuh terus seiring dengan pertumbuhan populasi umat manusia.

Kebutuhan akan minyak nabati tersebut harus direspons dengan produksi yang berkelanjutan. Saat ini, sawit menjadi solusi utama sebagai minyak nabati berkelanjutan dengan produktifitas 6-10 kali lipat lebih besar dengan penggunaan lahan yang lebih efisien dibandingkan dengan minyak nabati dunia lainnya.

(Baca: Mendag Kebut Penyelesaian 11 Perjanjian Dagang hingga Akhir 2020)

Dari sisi kebijakan perdagangan, sistem berbasis aturan perdagangan multirateral perlu ditinjau ulang agar lebih mencerminkan kepentingan negara-negara berkembang, termasuk dalam hal kerja sama ekonomi komprehensif (CEPA) antara Indonesia-Uni Eropa. Regionalisme menjadi penting di mana ASEAN dan sekitarnya juga merupakan peluang pasar inti terbesar di dunia.

Minyak kelapa sawit harus memiliki tempat yang menonjol dalam agenda bilateral, regional, Free trade agreement, diskusi multilateral, negosiasi dan perjanjian antarnegara. Namun demikian serapan pasar domestik tetap menjadi agenda utama pemerintah.

Saat ini pasar minyak sawit terbesar dunia adalah Indonesia. “Dalam 10 tahun ke depan mayoritas sawit yang dihasilkan akan terserap di dalam negeri dan sisanya ataupun turunannya akan diekspor,” kata Mahendra.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...