Aturan Baru Harga Acuan Ayam dan Telur Diberlakukan Mulai 1 Oktober

Michael Reily
27 September 2018, 12:15
Telur Ayam Negeri
Arief Kamaludin | Katadata

Dia mengungkapkan, ketidakcukupan pasokan jagung menyebabkan pasokan ayam dan telur ayam di pasar menjadi tidak seimbang. Dampaknya, harga juga terus berfluktuasi sesuai dengan permintaan masyarakat.

(Baca juga: Pemerintah Antisipasi Kenaikan Harga Pangan Jelang Idul Adha)

Perhitungan Apindo soal kurangnya jumlah pasokan juga dibenarnkan Kepala Satuan Tugas Pangan Setyo Wasisto. Menurutnya,  jumlah pasokan jagung tak sebanyak proyeksi Kementerian Pertanian, berdasarkan pemeriksaan lapangan di Jawa, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi pada bulan September.

Meski begitu, dia berharap ada panen jagung yang terjadi pada bulan Oktober untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak. “Permasalahannya ayam ini kan tidak bisa ditunda makanannya,” ujar Setyo.

Suplus

Sementara itu, Kementerian Pertanian justru menampik prediksi kurangnya pasokan jagung dan bersikukuh pasokan surplus. Berlebihnya produksi dan pasokan jagung membuat pihaknya bahkan mampu mengekspor jagung hingga ke Filipina dan Malaysia. Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Sumarjo Gatot Irianto menyatakan ekspor jaging tahun ini diperkirakan bisa mencapai sebanyak 372.990 ton dengan  surplus mencapai 12,98 juta ton.

Proyeksinya, produksi jagung mencapai 30 juta ton pipilan kering (PK) dan kebutuhan jagung juga diperkirakan sebesar 15,5 juta ton PK dengan rincian kebutuhan untuk industri pakan ternak sebesar 7,76 juta ton PK, peternak mandiri 2,52 juta ton PK, benih 120 ribu ton PK, dan industri pangan 4,76 juta ton PK.

Catatan Kementerian Pertanian, produksi jagung hingga September 2018 sudah mencapai 24,24 juta ton PK. Sehingga Gatot menyatakan, 83,8% produksi jagung berada di 10 provinsi sentra tersebut berjalan dengan baik.

Adapun kenaikan harga jagung, menurutnya bukan diakibatkan oleh kendala pasokan, melainkan pilihan konsumen jagung yang masih relatif terfokus pada lokasi tertentu dan jauh dari sentra produksi.

Sentra produksi jagung saat ini terdapat terdapat pada beberapa wilayah seperti di Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Lampung, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Barat, Jawa Barat, Gorontalo, Sulawesi Utara, dan Sumatera Barat.

“Kendalanya yang terjadi adalah karena beberapa pabrik pakan tidak berada di sentra produksi jagung, sehingga perlu dijembatani antara sentra produksi dengan pengguna agar logistiknya murah,” kata Gatot.

Saat ini tercatat ada 93 pabrik pakan di Indonesia yang tersebar di Sumatera Utara 11 unit, Sumatera Barat 1 unit, Lampung 5 unit, Banten 16 unit, Jawa Barat 11 unit, Jakarta 6 unit, Jawa Tengah 12 unit, Jawa Timur 21 unit, Kalimantan Barat 1 unit, Kalimantan Selatan 2 unit, dan Sulawesi Selatan 7 unit. Beberapa pabrik pakan di daerah seperti Banten, Jakarta, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan tidak berada di sentra produksi jagung.

Karenanya,  produksi jagung  pascapanen harus  tetap ditingkatkan untuk mengamkan pasokan dan meningkatkan kesejahteraan petani jagung. Dia menyebut jalur distribusi jagung umumnya masih panjang dan menyebabkan harga cenderung tinggi. Jagung dari petani biasanya dijual ke pedagang pengumpul, dan selanjutnya dijual lagi ke pedagang besar. Dari pedagang besar ini, barulah dipasarkan ke industri.

Menurutnya, upaya Kementerian Perdagangan membangun sistem resi gudang di berbagai daerah belum berfungsi optimal, sehingga petani tetap terpaku pada sistem konvensional.

Gudang dan pengering untuk resi gudang yang tidak berfungsi optimal tersebut ada di Luwu Raya, Minahasa Selatan, Garut, dan Lampung. “Ketika terjadi akumulasi panen pada suatu periode, program resi gudang dimaksimalkan agar nilai tambah dan risiko produsen serta konsumen dapat dimitigasi,” ujar Gatot

Halaman:
Reporter: Michael Reily
Editor: Ekarina
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...