Pendapatan Tergerus Pandemi Corona, Matahari Tutup Tujuh Gerai

Image title
Oleh Ekarina
23 Oktober 2020, 13:30
Matahari Department Store, Retail, Ramayana, Penutupan Gerai, Bisnis, Perusahaan.
Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Seorang wanita berbelanja di store Matahari, Cibinong City Mall, Bogor, Jawa Barat (1/3). Matahari department store menutuh tujuh gerai di 2020.

Perusahaan juga menutup 94 gerainya dari akhir Maret seiring PSBB. Namun, 
perusahaan kembali membuka beberapa gerainya secara bertahap pada pertengahan April, khususnya di daerah yang melonggarkan PSBB.

Hingga 30 Juni 2020, Ramayana telah mengoperasikan kembali 105 gerai dari total 118 gerai dengan mengikuti protokol kesehatan.

Pendapatan perseroan anjlok 58% menjadi Rp 2,19 triliun di semester I 2020. "Pembatasan operasional dan pelemahan daya beli berdampak besar terhadap Ramayana. Terutama di kuartal II 2020, yang mana Lebaran biasanya menyumbang terbesar terhadap penjualan," tulis manajemen perseroan dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI).

Untuk menindaklanjuti penurunan penjualan dan laba kotor, perseroan mengontrol ketat pengeluaran dan efisiensi biaya operasional secara menyeluruh. Perusahaan juga  juga mengajukan keringanan biaya sewa dari pihak developer.

Alhasil, total biaya operasional perseroan di kuartal kedua turun 52,9% menjadi Rp256 miliar, dibandingkanRp543 miliar di kuartal kedua tahun lalu.

Namun,  laba bersih yang diperoleh perseroan pada semester I 2020 turun tajam 99,1% menjadi Rp 5 miliar dari Rp590 miliar di periode yang sama tahun lalu. Ini dikarenakan masih tinggi beban yang ditanggung perusahaan, salah satunya beban keuangan. 

Untuk memaksimalkan celah pendapatan, perseroan mulai memaksimalkan penjualan online dan bisnis supermarket. Hingga semster I 2020, bisnis supermarket dan produk segar berkontribusi sekitar 18% terhadap total pendapatan.

Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (Aprindo) memperkirakan, sektor tersebut sepanjang tahun ini akan tertekan menjadi di kisaran 1,5-2%, atau lebih rendah dibandingkan tahun lalu yang mencapai 8-8,5%.

Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey mengatakan, proyeksi pertumbuhan tersebut sejalan dengan asumsi pertumbuhan ekonomi nasional tahun ini sebesar 0% versi Bank Dunia.

"Kalau pertumbuhan ekonomi Indonesia minus, maka pertumbuhan industri retail juga akan minus," kata Roy saat dihubungi Katadata, Kamis (13/8).

Menurutnya, pertumbuhan industri retail sangat bergantung pada konsumsi rumah tangga. Alhasil, jika konsumsi atau daya beli masyarakat menurun, pasti akan berimbas pada kinerja sektor tersebut.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan II tercatat minus 5,51% secara tahunan. Pada periode yang sama, pertumbuhan industri retail pada triwulan II pun terkontraksi menjadi minus 4,5%.

Roy berharap, pertumbuhan ekonomi pada triwulan III pun akan membaik dibandingkan triwulan sebelumnya, seiring pembukaan kembali aktivitas perekonomian. "Namun ini bukan pemulihan, hanya membaik dari triwulan sebelumnya," ujar dia.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...