Penerimaan PPN E-Commerce Capai Rp 1,6 triliun, Naik 125,2 persen

Dicky Christanto W.D
Oleh Dicky Christanto W.D - Tim Publikasi Katadata
15 Juli 2021, 18:15
Dirjen Pajak mencatat realisasi penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem E-Dagang/E-Commerce pada semester pertama tahun ini mencapai Rp 1.647,1 miliar. (Katadata/Dirjen Pajak)
Katadata
Dirjen Pajak mencatat realisasi penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem E-Dagang/E-Commerce pada semester pertama tahun ini mencapai Rp 1.647,1 miliar. (Katadata/Dirjen Pajak)

Katadata mencatat bahwa pada 2017, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengeluarkan Surat Edaran bernomor SE-04/PJ/2017 tentang Penentuan Bentuk Usaha Tetap Bagi Subjek Pajak Luar Negeri Penyedia Layanan Aplikasi dan/atau Konten Melalui Internet.

Peraturan ini untuk memastikan perusahaan OTT luar negeri yang tergolong bentuk usaha tetap (BUT) sebagaimana disyaratkan UU No.7/1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh). Salah satu kriterianya adalah berkantor di Indonesia. Berlanjut, pada 2019 Menteri Keuangan Sri Mulyani menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 35/PMK.03/2019 tentang Penentuan Badan Usaha Tetap. Melalui peraturan ini seluruh unit usaha asing yang beroperasi di Indonesia wajib mendaftar untuk memperoleh nomor pokok wajib pajak (NPWP).

Dengan kepemilikan NPWP maka perusahaan digital luar negeri menjadi BUT dan tergolong subjek pajak. Namun, dua peraturan itu belum mampu untuk memaksa pelaku PMSE luar negeri menjadi BUT. Model bisnis pelaku PMSE bisa dilakukan lintas negara dan tak mesti bersangkutan dengan yuridiksi wilayah tertentu.

Pembayaran jasa atau barang oleh konsumen pun bisa diarahkan ke akun bank di luar negeri. Hal ini bisa terlihat dari praktik bisnis Netflix yang menyediakan layanan video on demand (VoD). Perusahaan ini tak berkantor di Indonesia dan pembayaran pembelian layanannya diarahkan ke akun banknya di Belanda.  

Kendala lain adalah ketiadaan kesepakatan global terkait norma dan standar pajak atas penghasilan dari transaksi ekonomi digital. Pejabat keuangan negara-negara anggota G-20 telah mencoba merumuskan kesepakatan tersebut agar tidak terjadi sengketa pajak lintas negara dalam pertemuan di Fukuoka, Jepang, Juni tahun lalu.

Saat itu, Sri Mulyani mengatakan alasan pentingnya kesepakatan pajak digital karena pertumbuhan pendapatan perusahaan teknologi terus berlipat, tapi banyak negara tak merasakannya untuk PDB dan pendapatan pajak.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...