ITC: Aturan Deforestasi Eropa Berpotensi Hancurkan Perdagangan Global

Happy Fajrian
21 Agustus 2023, 18:34
deforestasi, uni eropa, perdagangan global,
ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/hp.
Panorama tutupan hutan Gunung Kerinci (3805 mdpl) yang sebagian kawasannya telah beralih fungsi menjadi perkebunan terlihat dari Kayu Aro, Kerinci, Jambi, Sabtu (1/8/2020).

Aturan anti deforestasi Uni Eropa dinilai dapat menjadi malapetaka bagi perdagangan global. Direktur Eksekutif International Trade Centre (ITC) Pamela Coke-Hamilton mengatakan aturan tersebut hanya menguntungkan perusahaan besar.

Menurutnya, perdagangan global akan terdampak secara signifikan jika UE tidak membantu produsen kecil dan negara berkembang beradaptasi dengan aturan baru tersebut. Pasalnya mereka tidak dapat melacak di mana produk mereka ditanam, dan apakah telah mengorbankan hutan.

“Apa yang mungkin dilakukan oleh produsen terbesar ketika mereka tidak dapat melakukan ketertelusuran untuk para produsen kecil adalah putuskan saja mereka,” kata Coke-Hamilton, seperti dikutip dari Financial Times, pada Senin (21/8).

Negara-negara seperti Brasil atau Honduras, di antara pemasok utama kopi ke blok tersebut, atau Indonesia dan Malaysia, pengekspor utama minyak kelapa sawit dan karet, termasuk yang paling terpengaruh oleh peraturan tersebut.

Coke-Hamilton memperingatkan bahwa eksportir dari negara-negara tersebut dapat mencoba untuk menghindari peraturan tersebut dengan mengirimkan barang ke negara-negara dengan aturan impor yang tidak terlalu ketat, yang akan mengganggu arus perdagangan.

Bergantung pada seberapa baik UE menangani jangkauannya ke negara-negara berkembang, dampak undang-undang tersebut pada perdagangan global bisa menjadi “bencana atau tidak berdampak apa-apa,” ujarnya menambahkan.

Aturan yang akan mulai berlaku pada akhir tahun depan ini adalah yang pertama di dunia yang melarang impor produk yang terkait dengan deforestasi, termasuk ternak, kakao, kopi, minyak sawit, kedelai, kayu, dan karet.

Ini adalah bagian dari agenda lingkungan ambisius yang ditetapkan oleh presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen pada 2019 yang memberi blok tersebut target untuk mencapai net zero emission (NZE) pada 2050.

Para menteri dari Indonesia dan Malaysia, yang prihatin dengan industri kelapa sawitnya, termasuk di antara mereka yang mendesak UE untuk melonggarkan aturan baru tersebut.

“Jika produsen kecil tidak dapat memenuhi persyaratan untuk mengekspor barang yang dicakup oleh undang-undang, ini berisiko menjadi lingkaran setan,” kata Coke-Hamilton.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...