Jokowi Akan Keluarkan Perpres Investasi Rempang, Atur Relokasi Warga
Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia, mengatakan Presiden Joko Widodo akan mengeluarkan Peraturan Presiden mengenai realisasi investasi Rempang Eco City. Beleid tersebut akan mengatur kepemilikan lahan bagi masyarakat terdampak investasi tersebut.
Bahlil menilai hal tersebut penting lantaran mayoritas masyarakat terdampak tinggal di atas lahan berstatus Hutan Produksi Konservasi atau HPK. Menurutnya, masyarakat yang berhak mendapatkan kompensasi saat ini hanya masyarakat yang tinggal di atas tanah berstatus Areal Penggunaan Lainnya atau APL.
"Kalau kami pakai hukum formal, penyelesaian paling gampang adalah masuk dengan aparat penegak hukum. Tapi, penyelesaian masalah di Rempang ini harus ada dua perasaan, pertama sebagai anak kampung dan kedua sebagai pemerintah," kata Bahlil dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR, Senin (2/10).
Bahlil tidak menjelaskan lebih lanjut berapa kepala keluarga (KK) yang tinggal di atas tanah berstatus APL. Namun Bahlil mengumumkan luas tanah APL di lahan yang akan dijadikan lokasi realisasi investasi hanya 570 hektar.
Sementara itu, total tanah berstatus HPK di lokasi investasi mencapai 7.527 hektare. sementara total lahan yang akan dipakai untuk realisasi Rempang Eco City Park pada tahap pertama mencapai 2.300 hektare.
Adapun, masyarakat terdampak akan mendapatkan dua jenis kompensasi, yakni Rp 1,2 juta bagi setiap masyarakat dan Rp 1,2 juta bagi setiap KK. Bahlil mengatakan, dana kompensasi tersebut akan berasal dari pemerintah melalui Badan Pengelola Batam.
Selain itu, Bahlil menjelaskan setiap kepala keluarga akan mendapatkan Sertifikat Hak Milik atau SHM terhadap lahan seluas 500 meter persegi di Tanjung Banon. Menurutnya, hal tersebut penting lantaran 900 kepala keluarga yang terdampak belum memiliki SHM terhadap tanah yang kini ditempati.
Bahlil menilai pengelola BP Batam dapat dibui jika tetap memberikan kompensasi tersebut tanpa ada aturan khusus. Pasalnya, tidak ada landasan hukum terkait pemberian kompensasi pada masyarakat yang tinggal di atas tanah ilegal.
"Izinkan kami mencari formulasi yang tepat dan benar agar kebijaksanaan kami untuk mengakomodir saudara-saudara kita yang tinggal bukan di APL mendapatkan kompensasinya," ujarnya.
Bahlil mengakui masyarakat yang tinggal di atas tanah HPK telah turun temurun. Hal tersebut dilihat dari peta kepadatan penduduk yang diterbitkan 10 tahun sekali. Namun, sebagian rumah di sana muncul di area yang seharusnya tidak ada permukiman.
Di samping itu, Bahlil mengatakan penerbitan aturan tersebut harus diselesaikan sebelum rumah pengganti bagi warga terdampak rampung. Hal tersebut penting berkaitan dengan komitmen pemerintah dengan investor Rempang Eco City, yakni Xinyi Group.
Sementara itu, Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan perumahan Rakyat (PUPR) Diana Kusumastuti menyatakan PUPR akan terlibat dalam proyek relokasi warga Pulau Rempang yang terdampak investasi proyek Rempang Eco Park. Kementerian akan mulai melakukan survei lokasi relokasi untuk membangun fasilitas umum dan fasilitas sosial di kawasan relokasi.
Diana menyebutkan beberapa infrastruktur yang akan dibangunnya adalah Sistem Penyediaan Air Minum dan tempat ibadah. Oleh karena itu, sebagian sumber dana pembangunan infrastruktur tersebut adalah anggaran negara.
Menurutnya, waktu konstruksi infrastruktur permukiman tersebut tidak akan mencapai 12 bulan. Akan tetapi, seluruh infrastruktur permukiman tersebut tidak akan selesai pada tahun ini.
"Enggak sampai setahun juga, terlalu lama. Nanti pembayaran kompensasi sewanya lebih banyak nanti," katanya.