Jokowi Ingatkan Bahaya Predatory Pricing dalam Perdagangan Digital
Presiden Joko Widodo mengingatkan bahaya penjajahan era modern melalui penetrasi teknologi digital, seperti social commerce. Hal ini dikemukakan di dalam pengarahan Program Pendidikan Singkat Angkatan (PPSA) XXIV dan alumni Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) LXV Tahun 2023 Lembaga Ketahanan Nasional, di Jakarta, Rabu (4/10).
Penjelasan Jokowi merespons keputusan pemerintah melarang TikTok Shop beroperasi mulai 4 Oktober 2023 pukul 17.00 WIB. Larangan ini merujuk kepada Permendag No. 31/2023 soal perdagangan secara elektronik.
Presiden Jokowi mengungkapkan, kehadiran aplikasi yang bisa menjaring 123 juta konsumen hanya dalam hitungan bulan karena pembelian yang masif. Dan, imbuhnya, yang lebih berbahaya adalah 90 persen barang yang dibeli adalah produk impor murah.
“Artinya ada predatory pricing, bakar uang untuk menguasai data, menguasai perilaku konsumen. Jangan sampai kita terlena. Kita jangan mau penjajahan era modern, kolonialisme di era modern. Kita nggak sadar tahu-tahu kita sudah dijajah secara ekonomi,” kata Jokowi dikutip dari siaran pers, Kamis (5/10).
Presiden menyebutkan, potensi ekonomi digital mencapai Rp11.250 triliun. Oleh karena itu, Indonesia tidak boleh hanya menjadi pasar saja melain juga harus berperan sebagai pemain.
Sejalan, dibutuhkan kerja keras dan kolaborasi untuk menyiapkan pemainnya. Hal ini menjadi tatangan bersama mengingat keterbatasan waktu. Indonesia hanya punya waktu dua tahun sejak 2022 untuk menyiapkan talenta digital.
“Jadi sekali lagi aturan mengenai perdagangan digital, pembayaran digital, keamanan data dan juga mobilitas talenta digital kita ini pindah kemana? Saya ingatkan, hati-hati, kita tidak boleh jadi pasarnya saja,” ujar Jokowi.
Peneliti di Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM Hempri Suyatna berpendapat, penutupan TikTok Shop adalah Langkah penting untuk melindungi e-commerce serta produk UMKM. Pasalnya, tanpa keberpihakan pemerintah maka produk impor murah mudah membanjiri pasar RI.
“Ketika produk-produk impor masuk ke Indonesia, ini jelas akan menggusur produk lokal, apalagi sebagian produk impor ilegal. Tentu ini akan menghambat dan tidak baik untuk konteks perlindungan produk lokal,” kata Hempri.
Dia berpendapat, penutupan TikTok Shop adalah keputusan tepat. Tapi, ke depan, aturan-aturan yang dirumuskan di dalam Permendag perlu lebih diperinci. Misalnya, social commerce harus mempromosikan produk dalam negeri dan melakukan pendampingan terhadap produk UMKM.
Menurut Hempri, kehadiran regulasi terkait TikTok Shop atau social commerce diharapkan bisa memperkuat e-commerce nasional maupun lokal. Pasalnya, sempat muncul banyak e-commerce nasional dan lokal yang diinisiasi pemerintah daerah, masyarakat, maupun komunitas.
“Dulu ada beberapa e-commerce lokal yang sempat eksis. Sayangnya, respon pemerintah kurang sehingga orang lebih tertarik untuk bertransaksi di social commerce,” ujar Dosen Program Studi Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Fisipol UGM tersebut.
Penguatan sektor UMKM ini dinilainya sangat penting untuk melindungi masyarakat Indonesia dari kolonialisme di era modern, seperti yang diungkapkan Presiden Jokowi. Sebab, serbuan produk impor murah memberikan ancaman ketergantungan bagi masyarakat Indonesia.
Hempri mengungkapkan, sebenarnya ide untuk melindungi produk lokal itu sudah ada sejak zaman Presiden Soekarno sampai era Presiden Joko Widodo. Selalu ada gerakan untuk menggunakan produk dalam negeri.
“Tapi, selama ini tidak berjalan optimal. Oleh karena itu, birokrasi dan unsur pemerintah seharusnya memberikan contoh dan mendorong penguatan produk UMKM,” ucapnya.