Konsumsi Daging RI Masih Kalah dari Vietnam dan Malaysia, Ini Sebabnya

Ferrika Lukmana Sari
21 Januari 2024, 14:53
Malaysia
Freepik
Ilustrasi, daging merah, yang merupakan salah satu bahan makanan yang tidak boleh dikonsumsi oleh penderita kolesterol.
Button AI Summarize

Konsumsi daging nasional masih kalah dari Vietnam dan Malaysia. Hal ini seiring dengan rendahnya tingkat konsumsi masyarakat serta Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan dalam pengembangan industri pengolahan daging. 

Kementerian Perindustrian melaporkan, bahwa pertumbuhan angka konsumsi daging sapi dan unggas nasional pada tahun 2023, mengalami peningkatan berturut-turut sebesar 8,20% dan 12,03% jika dibandingkan dari tahun 2019.

Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika mengungkapkan, bahwa pertumbuhan konsumsi daging sapi di Indonesia di negara ASEAN berada pada posisi ke-3 setelah Vietnam dan Malaysia.

"Sedangkan untuk pertumbuhan daging unggas, Indonesia berada pada posisi ke-3 setelah Vietnam dan Filipina," kata Putu dalam keterangan resmi dikutip Minggu (21/1).

Sementara, berdasarkan laporan OECD dab FAO, saat ini konsumsi daging sapi nasional sebesar 2,25 kilogram/kapita/tahun. Sedangkan konsumsi daging ayam sebesar 8,37 kilogram/kapita/tahun.

Peluang Industri Pengolahan Daging Masih Besar

Putu bilang, tingkat konsumsi ini termasuk rendah bila dibandingkan Malaysia yang mencapai angka konsumsi daging sapi sebesar 5,72 kg/kapita/tahun dan daging ayam sebesar 50,48 kg/kapita/tahun, juga masih di bawah rata-rata angka konsumsi daging sapi dan ayam di dunia.

Walaupun masih kalah dari Malaysia, tetapi bisa menjadi peluang bagi industri pengolahan daging untuk mengembangkan pasar di dalam negeri. Hal ini sejalan dengan program pemerintah untuk meningkatkan konsumsi protein hewani nasional dalam rangka menekan angka stunting dan gizi buruk.

Bahkan kinerja ekspor produk olahan daging (HS 1601 dan 1602) pada tahun 2023 mengalami peningkatan signifikan, mencapai 80% bila dibandingkan 2019. Nilai ekspor tahun 2023 mencapai US$ 3,5 juta, meningkat dari capaian tahun 2019 sebesar US$ 2,8 juta.

“Nilai ekspor tersebut memang masih kecil bila dibandingkan negara produsen olahan daging utama di dunia, namun menunjukkan bahwa potensi ekspor produk olahan daging cukung tinggi dan mengalami pertumbuhan yang signifikan,” ujar Putu.

Dia bilang, kinerja industri pengolahan daging salah satunya dipengaruhi oleh perubahan pola hidup sebagian masyarakat perkotaan yang dituntut lebih cepat dan instan. Hal ini mendorong peningkatan konsumsi makanan olahan termasuk produk olahan daging.

Tantangan Industri Makin Dinamis

Putu mengatakan, industri pengolahan daging merupakan salah satu industri yang dapat bertahan menghadapi tantangan global dan tetap mengalami pertumbuhan yang positif. Menurut Putu, tantangan ke depan akan semakin dinamis.

Halaman:
Reporter: Ferrika Lukmana Sari
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...