Pelaku Usaha Makanan Skala Kecil Paling Terdampak jika Rupiah Jatuh
Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia atau Gappmi melihat, pelemahan rupiah saat ini sudah memberatkan, terutama untuk perusahaan skala mikro dan kecil. Perusahaan skala menengah dan besar akan ikut kesulitan jika rupiah tembus Rp 16.000 per Dolar Amerika Serikat.
Rupiah konsisten melemah pada 20 Maret 2024 hingga 2 April 2024 menjadi Rp 15.934 per Dolar Amerika Serikat. Bank Indonesia mendata, rupiah menguat tipis menjadi Rp 15.907 pada kemarin, Kamis (4/4).
Ketua Umum Gapmmi Adhi S Lukman mengatakan, pelemahan rupiah menyulitkan industri makanan olahan skala mikro dan kecil. Industri skala mikro dan kecil umumnya memasok bahan baku secara harian atau mingguan. Pada saat yang sama, Adhi menilai industri makanan olahan cukup bergantung pada bahan baku impor.
"Industri-industri kecil ini yang agak rentan dengan pelemahan rupiah, sehingga mereka biasanya menaikkan harga jual atau mengurangi ukuran produknya," kata Adhi kepada Katadata.co.id, Jumat (5/4).
Adhi menjelaskan, industri makanan olahan skala menengah dan besar tidak terlalu terpengaruh akibat pelemahan rupiah saat ini. Hal tersebut disebabkan kontrak pasokan bahan baku jangka panjang yang biasanya dimiliki industri skala tersebut.
Adhi berpendapat industri menengah dan besar akan mulai terdampak jika nilai tukar rupiah menembus Rp 16.000 per Dolar Amerika Serikat. Sementara itu, dampak pada industri skala tersebut akan menjadi besar jika rupiah mencapai Rp 16.500 per Dolar Amerika Serikat.
Adhi tidak berharap agar rupiah kembali menguat untuk menjaga daya saing industri makanan olahan nasional. Ia mengatakan, daya saing industri makanan olahan dapat terjaga jika nilai tukar rupiah dapat stabil pada rentang Rp 15.500 sampai Rp 16.000 per Dolar Amerika Serikat.
"Kami sebenarnya ingin rupiah stabil, artinya tidak naik dan tidak turun. Idealnya antara Rp 15.550 sampai Rp 16.000. Kondisi saat ini diharapkan jangan berubah lagi, kami harapannya begitu," katanya.
Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo memperkirakan pelemahan rupiah selama dua pekan terakhir yang menuju level Rp 16.000 per dolar AS berpotensi memicu kenaikan harga pada kuartal kedua tahun ini. Pelemahan rupiah juga dapat mengganggu daya saing industri, bahkan memicu PHK.
Ketua Umum Apindo Shinta W Kamdani sebelumnya menjelaskan, kenaikan biaya produksi disebabkan sebagian besar bahan baku sektor manufaktur domestik masih bergantung pada impor. Dengan demikian, Shinta memproyeksikan pelemahan yang berlanjut berpotensi menghentikan sebagian atau semua kegiatan usaha manufaktur dan membuat kemungkinan PHK.
"Kenaikan biaya overhead produksi dapat terjadi bila pelemahan rupiah dibiarkan terlalu lama," kata Ketua Umum Apindo Shinta W Kamdani kepada Katadata.co.id, Kamis (4/4).