Pertamina Bina 60 Ribu UMKM Jualan Daring, Omzet Naik 17%
Perusahaan pelat merah di bidang energi, PT Pertamina (Persero), telah membina sekitar 60 ribu pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM)hingga akhir tahun ini. Rata-rata omzetnya naik sekitar 17% setelah masa binaan berakhir.
VP Corporate Communication Pertamina Fajar Djoko Santoso mengatakan pihaknya fokus membina pelaku UMKM terkait digitalisasi pada bidang pemasaran. Penjualan daring dapat mendorong performa pelaku usaha secara signifikan dalam waktu pendek.
Contohnya, omzet peserta pameran UMKM kami tahun ini mencapai Rp 17 miliar atau naik 17% secara tahunan. "Itu hasil kombinasi antara penjualan digital secara daring dan luring," kata Fajar dalam acara bertajuk Menatap Masa Depan: Transformasi dan Peluang UMKM Indonesia yang diselenggarakan Smesco dan Katadata, Kamis (12/12).
Pendekatan digitalisasi oleh UMKM hanya bisa dilakukan pada proses promosi dan penjualan. Sebab, digitalisasi pada proses produksi sudah tidak masuk dalam kategori usaha mikro atau kecil.
Wakil Menteri Koperasi dan UKM Helvi Moriza menekankan pentingnya transformasi digital bagi pelaku UMKM. Transformasi ini bukan lagi pilihan, tetapi keharusan.
UMKM adalah fondasi ekonomi Indonesia yang menyumbang 61% terhadap perekonomian nasional dan menyerap 97% tenaga kerja. “Dengan digitalisasi, kita bisa mempercepat UMKM naik kelas, dari mikro menjadi kecil, dan dari kecil menjadi menengah," ujar Helvi.
Target Digitalisasi UMKM Tidak Tercapai?
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah era Presiden Joko Widodo, Teten Masduki, sebelumnya mengatakan tantangan terbesar UMKM saat ini bukan digitalisasi, tetapi daya saing dengan produk asing di pasar domestik.
"Kalau arus produk asing ke dalam negeri masih leluasa seperti sekarang, UMKM pasti kalah bersaing karena produk kita pasti lebih mahal dari produk asing mengingat 90% bahan baku produk lokal masih bergantung pada impor," kata Teten di Gedung Smesco Indonesia, Jakarta, pada 24 Juli 2024
Teten mengatakan, UMKM saat ini sudah siap untuk masuk ke ekosistem digital. Namun, para pelaku usaha ini kalah bersaing dengan produk asing dengan harga yang lebih murah di lokapasar.
Di samping itu, Teten menemukan UMKM yang telah berjualan di lokapasar tidak bertahan lama lantaran kapasitas produksi yang minim. Sebagian UMKM lebih memilih berjualan secara konvensional dibanding melalui lokapasar.
Karena itu, target digitalisasi 30 juta UMKM tidak mungkin dicapai pada tahun ini. "Saat ini evaluasi kami bukan jumlah UMKM yang masuk ekosistem digital tapi seberapa kompetitif produk UMKM di ekosistem digital," katanya.