Negosiasi Dagang Buntu Karena Tiongkok Enggan Bahas Transfer Teknologi

Happy Fajrian
10 Oktober 2019, 11:15
perang dagang, transfer teknologi, tiongkok, amerika serikat
Dilok Klaisataporn/123RF.com
Negosiasi dagang selama dua hari di Washington DC, Amerika Serikat (AS), 10-11 Oktober 2019, berpotensi menemukan jalan buntu lantaran Tiongkok menolak membahas isu transfer teknologi.

Tanpa adanya perkembangan yang berarti dari perundingan tersebut, AS telah berencana untuk menaikkan tarif terhadap impor asal Tiongkok senilai US$ 250 miliar dari 25% menjadi 30% pada Selasa pekan depan.

Sebaliknya, Trump malah menyatakan optimismenya kalau perundingan tersebut AS akan bisa merumuskan kesepakatan dengang Tiongkok. "Peluangnya cukup bagus. Menurut saya Tiongkok lebih ingin membuat kesepakatan lebih dari yang saya inginkan," ujar Trump, Rabu (9/10).

Perang Dagang Meluas ke Perang Diplomatik, Keuangan, Nilai Tukar, dan Teknologi

Seorang pejabat pemerintah Tiongkok yang tidak mau disebut namanya mengatakan langkah pemerintah AS memasukkan 28 perusahaan TIongkok ke dalam daftar hitam atas dugaan pelanggaran HAM telah mengusik kedaulatan negara Tiongkok. "Kedua belah pihak seharusnya tidak meningkatkan perselisihan," ujarnya.

Apalagi perang dagang juga telah merembet ke urusan diplomatik setelah keduanya saling cekal terhadap visa pejabat pemerintah dari masing-masing negara, serta pernyataan kontroversial direktur klub bola basket NBA, Houston Rockets yang mendukung aksi protes di Hong Kong.

(Baca: IMF Hitung Kerugian akibat Perang Dagang Setara Ekonomi Swiss)

Sebelumnya perang dagang telah melebar ke perang nilai tukar ketika Tiongkok mendepresiasi yuan menjadi lebih murah terhadap dolar AS. Di bidang teknologi, AS mem-blacklist Huawei sehingga tidak dapat membeli perangkat teknologi milik AS seperti mikroprosesor dan sebagainya, serta android Google dalam mengembangkan produknya.

Namun pemerintah Tiongkok menilai semua itu dilakukan AS agar Tiongkok mau mengubah kebijakan ekonominya untuk lebih menyerupai model pasar bebas yang dianut oleh AS. "Apa yang kami raih beberapa dekade terakhir menunjukkan sistem ekonomi kami baik bagi pembangunan ekonomi Tiongkok," ujarnya.

Menurut dia, Tiongkok tidak pernah meminta AS untuk mengubah sistem ekonominya untuk lebih mengandalkan state owned enterprise (SOE) atau menyediakan anggaran yang besar untuk pendidikan seperti yang terjadi di Tiongkok. "Jadi kenapa AS malah mengharapkan Tiongkok harus berubah," tegasnya.

Dia menambahkan bahwa seharusnya kesepakatan dagang harus dibuat dengan lebih dulu menghormati seluruh perbedaan yang ada antara AS dan Tiongkok.

(Baca: Global Lesu, Darmin Sebut Ekonomi RI Lebih Aman Dibanding Singapura)

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...