Efek Boikot Pro Israel, Pabrik Soda Lokal di Mesir Banjir Permintaan
Di lingkungan Kota Nasr, Kairo, seorang pemilik kios mengatakan dia tidak mampu menyediakan cukup Spathis untuk memenuhi permintaan.
“Saya hanya menerima empat pengiriman dalam sebulan terakhir, dan terjual habis di hari yang sam," kata dia.
Pengeboman dan invasi darat Israel yang tiada henti di Gaza sejak 7 Oktober yang telah menewaskan lebih dari 13.000 warga Palestina telah memicu protes massal di seluruh dunia. Hal ini juga menyebabkan banyak orang memboikot merek internasional seperti McDonald’s dan Starbucks yang dianggap pro terhadap Israel.
Di Indonesia, konsumen mulai memboikot McDonald’s dan bisnis lainnya pada pertengahan Oktober setelah McDonald’s Israel mengumumkan di media sosial bahwa mereka telah membagikan ribuan makanan gratis kepada militer Israel selama perang di Gaza.
Pengumuman tersebut mendorong beberapa organisasi, termasuk Gerakan Boikot, Divestasi dan Sanksi (BDS), Front Persatuan Rakyat (FUB) dan Front Pembela Islam (FPI), menyerukan boikot terhadap McDonald's dan bisnis lain yang dianggap pro-Israel. , termasuk Burger King.
Ketika pengunjuk rasa membanjiri jalan-jalan kota-kota besar di seluruh dunia, mulai dari Washington, DC, hingga London dan Cape Town, cabang-cabang restoran waralaba, kedai kopi, dan toko yang dulunya ramai di Dunia Arab sebagian besar kosong.
“Boikot adalah salah satu bentuk alat populer bagi masyarakat untuk membuat diri mereka didengar, dan merupakan cara paling ampuh untuk menekan negara-negara yang didorong oleh kolonialisme dan kapitalisme Barat,” kata Jamal Zahran, profesor ilmu politik di Universitas Suez. Ia juga menilai aksi boikot produk-produk ini juga menciptakan peluang bagi produk lokal.