Kumpulan Puisi W.S Rendra Paling Populer Sepanjang Masa
tapi semata tiada lebih dari penipuan
atau semacam pencegah bunuh diri.
Mungkin ada pula kesedihan
itu baginya semacam harga atau kehormatan
yang sebentar akan pula berantakan.
Kekasihku.
Gugur, ya, gugur
semua gugur
hidup, asmara, embun di bunga –
yang kita ambil cuma yang berguna.
Puber Kedua (1968-1977)
Berbeda dengan Puber Pertama yang berisi puisi-puisi cinta pendek. Di Puber Kedua puisi yang disajikan lebih panjang dan kompleks mengenai kehidupan. Puber kedua terdapat 3 puisi yang berjudul Surat Seorang Istri (Siasat, 30 April 1968), Balik Kamu Balik (1972), dan Bukannya di Madrid (1977).
Puber Ketiga (1992-2003)
Puber Ketiga, yaitu puisi-puisi cinta yang Rendra tulis pada tahun 1992-2003. Terutama di masa reformasi 1998, hal itu karena Rendra juga semakin terbuka dengan wajah negara dan ketatanegaraan.
Maka dari itu, ketiga puisi terakhir pada Puber Ketiga berisi penyadaran kritis ketatanegaraan dan antropologis kebangsaan Indonesia. Ketiga puisi-puisi cinta itu berjudul Sajak Cinta Ditulis Pada Usia 57, Hai Ma!, dan Barangkali Karena Bulan.
1. Sajak Cinta Ditulis pada Usia 57
Setiap ruang yang tertutup akan retak
karena mengandung waktu yang selalu mengimbangi
Dan akhirnya akan meledak
bila tenaga waktu terus terhadang
Cintaku kepadamu Juwitaku
Ikhlas dan sebenarnya
Ia terjadi sendiri, aku tak tahu kenapa
Aku sekedar menyadari bahwa ternyata ia ada
Cintaku kepadamu Juwitaku
Kemudian meruang dan mewaktu
dalam hidupku yang sekedar insan
Ruang cinta aku berdayakan
tapi waktunya lepas dari jangkauan
Sekarang aku menyadari
usia cinta lebih panjang dari usia percintaan
Khazanah budaya percintaan…
pacaran, perpisahan, perkawinan
tak bisa merumuskan tenaga waktu dari cinta
Dan kini syairku ini
Apakah mungkin merumuskan cintaku kepadamu
Syair bermula dari kata,
dan kata-kata dalam syair juga meruang dan mewaktu
lepas dari kamus, lepas dari sejarah,
lepas dari daya korupsi manusia
Demikianlah maka syairku ini
berani mewakili cintaku kepadamu
Juwitaku
belum pernah aku puas menciumi kamu
Kamu bagaikan buku yang tak pernah tamat aku baca
Kamu adalah lumut di dalam tempurung kepalaku
Kamu tidak sempurna, gampang sakit perut,
gampang sakit kepala dan temperamenmu sering tinggi
Kamu sulit menghadapi diri sendiri
Dan dibalik keanggunan dan keluwesanmu
kamu takut kepada dunia
Juwitaku
Lepas dari kotak-kotak analisa
cintaku kepadamu ternyata ada
Kamu tidak molek, tetapi cantik dan juwita
Jelas tidak immaculata, tetapi menjadi mitos
di dalam kalbuku
Sampai disini aku akhiri renungan cintaku kepadamu
Kalau dituruti toh tak akan ada akhirnya
Dengan ikhlas aku persembahkan kepadamu :
Cintaku kepadamu telah mewaktu
Syair ini juga akan mewaktu
Yang jelas usianya akan lebih panjang
dari usiaku dan usiamu
2. Hai, Ma!
Ma, bukan maut yang menggetarkan hatiku
tetapi hidup yang tidak hidup
karena kehilangan daya dan kehilangan fitrahnya
ada malam-malam aku menjalani lorong panjang
tanpa tujuan kemana-mana
hawa dingin masuk kebadanku yang hampa
padahal angin tidak ada
bintang-bintang menjadi kunang-kunang
yang lebih menekankan kehadiran kegelapan
tidak ada pikiran, tidak ada perasaan, tidak ada suatu apa.
Hidup memang fana, Ma
tetapi keadaan tak berdaya membuat diriku tidak ada
kadang-kadang aku merasa terbuang ke belantara
dijauhi Ayah Bunda dan ditolak para tetangga
atau aku terlantar di pasar
aku bicara tetapi orang-orang tidak mendengar
mereka merobek-robek buku dan menertawakan cita-cita
aku marah, aku takut, aku gemetar
namun gagal menyusun bahasa.
Hidup memang fana, Ma
itu gampang aku terima
tetapi duduk memeluk lutut sendirian di savana
membuat hidupku tak ada harganya
kadang-kadang aku merasa ditarik-tarik orang kesana kemari
mulut berbusa sekadar karena tertawa
hidup cemar oleh basa basi
dan orang-orang mengisi waktu dengan pertengkaran edan
yang tanpa persoalan
atau percintaan tanpa asmara
dan sanggama yang tidak selesai
Hidup memang fana tentu saja, Ma
tetapi akrobat pemikiran dan kepalsuan yang dikelola
mengacaukan isi perutku lalu
mendorong aku menjeri-jerit
sambil tak tahu kenapa
rasanya setelah mati berulang kali.
Tak ada lagi yang mengagetkan dalam hidup ini.
Tetapi Ma, setiap kali menyadari adanya kamu di dalam hidupku ini
aku merasa jalannya arus darah di sekujur tubuhku.
Kelenjar-kelenjarku bekerja
sukmaku bernyanyi, dunia hadir
cicak di tembok berbunyi
tukang kebun kedengaran berbicara pada putranya
hidup menjadi nyata, fitrahku kembali.
Mengingat kamu Ma, adalah mengingat kewajiban sehari-hari
kesederhanaan bahasa prosa, keindahan isi puisi
kita selalu asyik bertukar pikiran ya Ma?
masing-masing pihak punya cita-cita
masing-masing pihak punya kewajiban yang nyata
Hai Ma!
apakah kamu ingat
aku peluk kamu di atas perahu
ketika perutmu sakit dan aku tenangkan kamu
dengan ciuman-ciuman di lehermu?
Masyaallah… Aku selalu kesengsem pada bau kulitmu
Ingatkah waktu itu aku berkata
kiamat boleh tiba, hidupku penuh makna
Hehehe waahh.. Aku memang tidak rugi ketemu kamu di hidup ini
dan apabila aku menulis sajak
aku juga merasa bahwa kemaren dan esok
adalah hari ini.
Bencana dan keberuntungan sama saja.
Langit di luar, langit di badan bersatu dalam jiwa.
Sudah ya, Ma…