Ada PP, Keppres, & Perppu untuk Atasi Corona, Bagaimana Pengaturannya?

Sorta Tobing
1 April 2020, 14:28
virus corona, virus korona, pandemi corona, covid-19, perppu corona, kepres corona, pp corona, jokowi, psbb, pembatasan sosial berskala besar
ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/foc.
KRL melintas di dekat mural bertema pencegahaan penyebaran virus corona di Jakarta, Rabu (1/4/2020). Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan PP, Keppres, dan Perppu untuk atasi Covid-19.

Selain itu, pemerintah menyiapkan jaring pengaman sosial bagi masyarakat di lapisan bawah. Pemerintah berupaya agar dunia usaha bisa bertahan di tengah pandemi corona, khususnya usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). “Saya akan fokus pada penyiapan bantuan untuk masyarakat lapisan bawah,” ucapnya.

Karena itu, Jokowi mengeluarkan Perppu Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan. Di dalamnya pemerintah menambah alokasi belanja dan pembiayaan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (ABPN) 2020 sebesar Rp 405,1 triliun. Alokasi belanja APBN tahun ini sesuai undang-undang yang sudah diputuskan adalah Rp 2.540,4 triliun.

(Baca: Anggaran Kartu Prakerja Naik jadi Rp 20 Triliun, per Orang Rp 3,5 Juta)

Sekitar Rp 150 triliun anggaran itu untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional. Termasuk di dalamnya restrukturisasi kredit dan penjaminan serta pembiayaan untuk UMKM dan dunia usaha. Lalu, Rp75 triliun untuk bidang kesehatan, meliputi perlindungan tenaga kesehatan, pembelian alat kesehatan, perbaikan fasilitas kesehatan, dan insentif dokter.

Kemudian, sebesar Rp110 triliun untuk jaring pengaman sosial (social safety net). Pemerintah akan menambah anggaran kartu sembako, kartu prakerja, dan subsidi listrik. Terakhir, Rp70,1 Triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat (KUR).

Konsekuensi dari naiknya belanja negara adalah defisit APBN yang bertambah hingga 5,07% dari produk domestik bruto (PDB). Angka ini melampaui batas ketentuan undang-undang yang dipatok di 3% dari PDB.

Pemerintah akan menerbitkan Perppu lainnya untuk pelaksanaan relaksasi defisit itu. Targetnya defisit hingga 5% hanya untuk tiga tahun. Pada 2023, pemerintah akan kembali memakai angka fiskal batas maksimal yang telah ditetapkan undang-undang.

(Baca: Sri Mulyani: Skenario Terburuk Dampak Corona, Ekonomi RI Minus 0,4%)

Keprres, Perpres, dan Inpres, Apa Bedanya?

Pemerintah tidak akan berhenti pada tiga aturan itu saja untuk menengani penyebaran virus corona. Ada juga Peraturan Presiden (Perpres) dan Instruksi Presiden (Inpres) untuk mengatur mudik lebaran 2020.

Pada rapat terbatas melalui video conference awal pekan ini, Jokowi meminta seluruh elemen masyarakat fokus mengurangi mobilitas antardaerah. Tujuannya, agar kasus infeksi Covid-19 tidak bertambah banyak dan luas wilayahnya. “Kebijakan ini untuk memutus mata rantai persebaran virus corona,” katanya.

Lantas, apa bedanya Keppres, Perpres, dan Inpres? Hukum Online menuliskan Keppres sifatnya konkret, individual, sekali selesai. Isinya hanya berlaku dan mengikat kepada orang atau pihak tertentu sampai Keppres itu dicabut atau diganti aturan baru.

Sementara, Perpres sifatnya umum, abstrak, dan terus-menerus. Isinya berlaku untuk semua orang selama aturan itu berlaku. Kalau Inpres hanya berisi arahan, menuntun, dan membimbing dalam hal melaksanakan tugas dan pekerjaan.

(Baca: Suntikan Dana Investor Diprediksi Anjlok 20%, Startup Harus Efisiensi)

Halaman:
Reporter: Dimas Jarot Bayu
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...