#SawitBaik, Kampanye Kominfo yang Dikecam di Tengah Kabut Asap
(Baca: Dampak Asap Karhutla terhadap Kesehatan: Iritasi hingga Kematian)
Salah satu yang bersuara adalah Pendiri dan Analisis Drone Emprit, Ismail Fahmi. Ia mengatakan, "Sekarang bukan saat yang tepat, malah saat yang buruk buat kampanye sawit. (Karena) Lagi berduka karena kebakaran, yang biasanya dijadikan lahan sawit. Kontraproduktif.”
Lebih jauh, Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Wahyudi Akmaliyah mengkritik penggunaan media sosial yang mematikan kepakaran. Meski dapat memberi dampak positif pada keterbukaan informasi, kampanye melalui media sosial dapat membuat peran pakar kalah oleh buzzer.
"Tumbuhnya medsos internet memunculkan figur-figur baru micro-celebrity, inilah buzzer. Kemudian mengakibatkan sejumlah orang dalam ahli tertentu kemudian tenggelam di tengah kuatnya media sosial," kata Wahyudi dalam bedah buku miliknya berjudul "Politik Sirkulasi Budaya Pop" di Jakarta, Senin.
Parahnya, lanjut dia, suara buzzer yang kurang kompeten itu justru lebih dipercaya publik daripada pemikiran para pakar yang derajat keilmuannya lebih tinggi.
(Baca: Video: Hutan Terbakar, Kabut Asap Menyebar)
Sedangkan, menurut Wahyudi, para pakar biasanya kurang aktif di media sosial karena kesibukannya. Ketika para ahli beropini pun, mereka biasa menuliskannya pada jurnal, media massa, dan semacamnya yang kurang interaktif.
Atas fenomena itu, Wahyudi mengajak para pakar, peneliti dan akademisi untuk juga aktif di media sosial guna mengimbangi suara buzzer awam. "Akademisi penting untuk terlibat di media dunia sosial. Kehadiran mereka di medsos penting untuk jadi penyeimbang. Perlu juga bagi akademisi memiliki ketekunan meladeni interaksi para pengikutnya," kata dia.