Pakar Hukum: Kepolisian di Pimpinan KPK Berpotensi Konflik Kepentingan
Ahli hukum tata negara dari Sekolah Tinggi Hukum Jentera, Bivitri Susanti khawatir dengan banyaknya calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berasal dari kepolisian. Sebab, hal itu berpotensi menimbulkan benturan kepentingan di tubuh KPK.
Potensi konflik kepentingan itu bisa terjadi karena adanya kultur komando di kepolisian. Contohnya, anggota polisi wajib taat kepada atasan. Kebiasaan seperti ini, rawan dimanfaatkan jika pimpinan KPK berasal dari kepolisian.
"Kenyataannya, ada banyak sekali data mengenai tindak pidana korupsi yang terkait dengan kepolisian. Jadi potensi konflik kepentingannya besar," kata Bivitri dalam diskusi mengenai pemilihan pimpinan KPK di gedung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta, Rabu (26/6).
Dia mencontohkan, bentrokan kepentingan terjadi ketika Inspektur Jenderal (Irjen) Firli menjalani pemeriksaan pelanggaran etik di internal KPK. Kala itu ia menjabat Deputi Penindakan KPK.
(Baca: 2 Polwan dalam Bursa Calon Pimpinan KPK)
Pemeriksaan itu terkait pertemuan Firli dengan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Tuan Guru Bajang (TGB) di luar agenda KPK. Padahal, TGB tengah dimintai keterangan terkait dugaan kasus korupsi divestasi saham PT Newmont Nusa Tenggara, yang kini berubah nama menjadi Aman Mineral Nusa Tenggara.
Namun, saat proses pemeriksaan tersebut, Kepala Polisi Republik Indonesia Jenderal Tito Karnavian menarik Firli untuk dipromosikan sebagai Kapolda Sumatera Selatan. “Ini masih sangat buruk untuk masa depan pemberantasan korupsi di Indonesia," katanya.
(Baca: Pejabat Bareskrim dan Banyak Petinggi Polri Masuk Bursa Pimpinan KPK)
Meski demikian, ia tidak menyarankan untuk membatasi anggota kepolisian dalam proses seleksi pimpinan KPK. Dia hanya berharap, anggota kepolisian pensiun dini dari instansinya terlebih dulu, baru kemudian mendaftar ke KPK. Langkah seperti itu, menurutnya baik secara etika.
Toh, menurutnya KPK adalah lembaga independen yang menangani kasus korupsi yang tidak ditangani oleh kepolisian. Oleh karena itu, menurutnya tidak ada kewajiban perwakilan penegak hukum sebagai pimpinan KPK.
(Baca: ICW Ingatkan Pansel untuk Selektif Pilih Pimpinan KPK)