Politik Abu-abu Demokrat di Pilpres 2019 untuk AHY

Dimas Jarot Bayu
15 November 2018, 10:31
 Agus Harimurti Yudhoyono (AHY)
ANTARA FOTO/Anis Efizudin
Komandan Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyampaikan pidato politik di Gedung Pemuda, Temanggung, Jawa Tengah, Kamis (12/4/2018).

Analisis serupa disampaikan Yunarto Wijaya. Menurut Direktur Eksekutif Charta Politika ini, Demokrat tak mungkin berkukuh mendukung penuh Prabowo-Sandiaga lantaran tidak mendapatkan efek ekor jas atau coat tail effect. Sebab, efek tersebut saat ini hanya didapatkan oleh Gerindra.

Yunarto mengatakan, ada korelasi yang linier antara elektabilitas Prabowo-Sandiaga terhadap Gerindra. Hal ini tak terjadi kepada partai lainnya di Koalisi Indonesia Adil dan Makmur, termasuk Demokrat. “Itu yang menurut saya menyebabkan sikap realistis tersebut diambil oleh Demokrat,” kata Yunarto.

Selain terkait Pileg, Yunarto berspekulasi dibebaskannya pilihan kandidat kepada kader Demokrat berkaitan dengan kepentingan Komandan Komando Satuan Tugas Bersama Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Dia berpeluang cukup besar untuk maju di 2024 menjadi kandidat jika Jokowi-Ma'ruf yang memenangkan Pilpres 2019.

Sebab, Jokowi sudah dua kali menjabat sebagai Kepala Negara. Ada pun, Ma'ruf dipandang sudah cukup sepuh sehingga tak berambisi untuk maju. Sementara jika Prabowo-Sandiaga yang menang, peluang AHY maju di Pilpres 2024 semakin kecil.

Prabowo berpotensi maju untuk kedua kalinya pada 2024.  Hal serupa pun terjadi kepada Sandiaga yang memiliki usia lebih muda ketimbang Prabowo. “Kalau mau berspekulasi, peluang AHY lebih terbuka ketika yang menang adalah Jokowi-Ma'ruf,” ucap Yunarto.

Lebih lanjut, Yunarto menilai sikap 'standar ganda' Demokrat ini juga bisa terjadi karena belum tuntasnya persoalan dengan Gerindra di internal Koalisi Indonesia Adil dan Makmur. Para elit Demokrat dan Gerindra mulai saling menyindir terkait sikap partai berlambang Mercy tersebut.

Hanya saja, Yunarto menyarankan Demokrat untuk menghitung ulang sikapnya. Sebab, bisa saja ada pemilih tradisional Demokrat yang beralih karena kecewa partai membebaskan kader dalam memilih kandidat Pilpres 2019.

Hal ini dapat terjadi karena ada ikatan emosional yang cukup kuat antara pemilih tradisional Demokrat dan Prabowo-Sandiaga. Sementara ikatan emosional pemilih tersebut dengan Demokrat masih lemah. “Itu yang harus dihitung juga oleh Demokrat,” ucapnya.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...