Para Penagih Kepastian Usai Suap Meikarta

Dimas Jarot Bayu
22 Oktober 2018, 05:00
Meikarta 2018
Arief Kamaludin | KATADATA

Marketing Gallery Meikarta di Maxxboxx Cikarang, Bekasi, Jawa Barat tampak lengang. Jumat (19/10) sore kemarin, tak terlihat ratusan pengunjung yang berkerumun di areal komersial tersebut.

Tak ada pula aktivitas promosi mengenai megaproyek yang dikembangkan Grup Lippo itu. Hanya ada beberapa banner yang memperlihatkan keuntungan bagi mereka yang ingin membeli unit apartemen di sana. Itu pun bukan dari Lippo, melainkan para pemberi jaminan kredit dan perbankan. Hal tersebut jauh berbeda dengan kondisi September 2018 lalu.

(Baca juga: BNI Setop Pemberian Kredit Baru Untuk Konsumen Meikarta).

Sebaliknya, puluhan orang yang kerap datang silih berganti di Maxxboxx justru para konsumen Meikarta. Mereka menagih kepastian atas unit properti yang telah dibelinya. Salah satu konsumen tersebut ialah Didi. Dia datang karena ingin mengetahui kondisi unit yang ia beli.

Didi membeli satu unit yang berada di lantai 30 salah satu menara apartemen Meikarta. Ketika bertransaksi waktu itu, Didi dan istrinya dijanjikan proses serah terima pada November 2018. Namun hingga kini -sebulan sebelum target- menara apartemen tempat unitnya tak kunjung selesai terbangun.

Hingga saat ini, apartemen tersebut baru berdiri hingga tingkat tiga. “Saya tanya kepastian saja, karena ada keterlambatan,” kata Didi yang sudah membayar kredit propertinya Rp 14 juta. Cicilan tersebut sempat dihentikan ketika muncul masalah perizinan Meikarta beberapa waktu lalu.

Namun, dia kembali melanjutkan cicilannya setelah isu tersebut mereda. Kini, Didi mempertanyakan lagi karena khawatir proyek senilai Rp 278 triliun itu mangkrak akibat terbelit kasus dugaan suap pejabat Grup Lippo kepada Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin dan sejumlah anak buahnya terkait izin Meikarta.

Karena itu, dia sedang mempertimbangkan untuk menarik uangnya kembali. Apalagi belum ada kepastian dari pihak marketing yang dia temui di Maxxboxx. (Baca juga: Kemendag Akan Ikut Awasi Perjanjian Jual-Beli Meikarta),

Ketidakjelasan status juga membayangi Rizky Patria. Pengusaha muda 27 tahun itu telah membayar uang muka Rp 36 juta untuk dua unit apartemen Meikarta tipe 36 meter persegi. Dia berupaya menarik dananya dengan persyaratan penolakan kredit peminjaman apartemen (KPA) dari perbankan. Sayang, dengan bekal surat penolakan ini, sales Meikarta tak juga memberikan pengembalian uang.

Menurutnya, dalam transaksi jual-beli, Meikarta punya hak untuk melakukan perubahan syarat dan kondisi pembatalan pembelian dan pengembalian uang muka. “Sekarang syaratnya berubah, jadi kalau perjanjiannya batal, uangnya dianggap hangus,” ujar Rizky. Dia pun hendak mengalihkan pembelian apartemen kepada perbankan, tetapi ditolak. Kini, Rizky hanya pasrah terhadap kelanjutan pembangunan proyek tersebut.

Pernyataan senada diungkapkan Yehezkiel Sihombing, seorang karyawan swasta. Meski sempat curiga terhadap ketidakjelasan lahan, akhirnya dia menyetorkan Rp 29 juta untuk penandatangan transaksi jual-beli dengan rincian uang muka Rp 18 juta dan tambahan biaya Rp 11 juta.

Yehezkiel dan keluarganya masih menunggu kabar dari sales Meikarta yang melakukan negosiasi dan transaksi. Dia hanya berharap uangnya bisa kembali sehingga tak lagi ada kekhawatiran. (Baca juga: Belajar dari Meikarta, Konsumen Perlu Teliti Ini Sebelum Beli Properti).

Sementara itu, Abdurrachman Fachrozzy, pegawai swasta berusia 25 tahun merasa beruntung karena urung membeli apartemen dari pengembang Meikarta. “Izinnya tidak jelas, hampir saja tertipu,” kata Fachrozzy.

Atas berbagai kekhawatiran tersebut, PT Mahkota Sentosa Utama, anak usaha Lippo selaku pengembang Meikarta, menyatakan tetap meneruskan megaproyek itu. Pembangunan di atas lahan 774 hektare tersebut tak akan berhenti meski sejumlah petinggi perusahannya sedang terlilit dugaan suap di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Kuasa hukum Mahkota Sentosa, Denny Indrayana, mengatakan kliennya tetap berkomitmen kepada pembeli. Proses hukum yang berlangsung di KPK terpisah dan berbeda dengan pembangunan Meikarta. Karenanya, Mahkota Sentosa akan bertanggung jawab atas kelanjutan proyek tersebut.

Mahkota Sentosa, menurut Denny, akan berusaha memenuhi kewajiban-kewajiban perusahaan lainnya yang berkaitan dengan pembangunan Meikarta. “Agar semua prosesnya berjalan baik dan lancar sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,” kata Denny dalam pesan resminya. (Baca: Terjerat Kasus Suap, Pengembang Janji Proyek Meikarta Tak Berhenti)

Sebelumnya, petinggi Grup Lippo diduga menyuap pejabat Kabupaten Bekasi dalam mengurus perizin proyek tersebut. Suap dilakukan oleh Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro bersama dua orang konsultan Lippo -Taryudi dan Fitra Djaja Purnama- serta satu pegawai Lippo bernama Henry Jasmen.

Ketiganya diduga menyuap Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin dan empat anak buahnya senilai Rp 7 miliar dari total komitmen fee Rp 13 miliar. Setidaknya terdapat tiga fase terkait izin yang sedang diurus untuk proyek seluas 774 hektare tersebut. Fase pertama proyek Meikarta diperkirakan untuk luasan 84,6 hektare. Fase kedua seluas 252 hektare. Sementara fase terakhir terhampar 101,5 hektare.

Reporter: Michael Reily

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...