Pihak Sjamsul Nursalim Ungkap Proses Penyelesaian BLBI BDNI

Dimas Jarot Bayu
25 Juli 2018, 21:11
Syafruddin Arsyad Temenggung
ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Terdakwa kasus korupsi pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Syafruddin Arsyad Temenggung (kiri) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (21/5).

Audit BPK pada 2002 kemudian dibawa ke MPR dan diterbitkan TAP MPR Nomor VI/MPR/2002. Setelah itu, pemerintah menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2002 yang memberikan kepastian hukum bagi para debitor yang telah melaksanakan kewajiban pelunasan BLBI.

Pada 17 Desember 2002 dilakukan kembali audit financial due diligence oleh Ernst & Young terkait utang BDNI. Otto mengklaim hasil audit Ernst & Young menyatakan bahwa BDNI telah melunasi utang BLBI. Bahkan, terdapat kelebihan bayar dari Sjamsul sebesar US$ 1,3 juta.

Otto mengatakan, dengan Inpres Nomor 8 Tahun 2002 dan hasil audit FDD Ernst & Young, BPPN menerbitkan Surat Keterangan Lunas (SKL) bernomor SKL-22/PKPS-BPPN/0404 pada 26 April 2004.

"Padahal tak perlu SKL, karena sudah ada surat Release and Discharge, tapi mungkin suasananya waktu itu biar pasti dikeluarkan SKL," kata dia.

Otto mengatakan, kelayakan SKL kepada Sjamsul diperkuat oleh audit investigatif BPK pada 2006 tentang Hasil Pemeriksaan PKPS. Karenanya, sudah tak ada lagi kewajiban Sjamsul yang saat ini ditagihkan oleh pemerintah.

Surat kepada Jokowi

Otto mengatakan, pihaknya telah melayangkan surat kepada Presiden Joko Widodo untuk menjelaskan perihal tersebut kepada KPK. Hanya saja, pemerintah menolak karena khawatir dinilai mengintervensi proses hukum yang tengah berjalan.

Padahal, Otto menilai pihaknya hanya ingin meminta klarifikasi. "Sampaikan kepada KPK bahwa pemerintah sendiri tidak punya tagihan apapun lagi kepada Sjamsul Nursalim," ujarnya.

Dengan demikian, Otto menilai KPK tak perlu lagi melanjutkan proses hukum yang kini dilakukan KPK. Sebab, dia menganggap KPK merupakan bagian dari pemerintah yang sudah tak mempermasalahkan utang Sjamsul.

Ada pun terkait dugaan misrepresentasi aset BDNI dalam pelunasan BLBI oleh Sjamsul, Otto menilai hal tersebut seharusnya dibawa ke ranah perdata. Sebab, dugaan misrepresentasi harus dibuktikan dulu melalui pengadilan.

Selain itu, pemerintah juga sejak awal telah menyepakati jika masalah BLBI diselesaikan melalui PKPS, bukan pidana. "Karena itu berlaku perjanjian, kalau ada misrepresentasi, bawa ke pengadilan," kata Otto.

(Baca juga: Sjamsul dan Dorodjatun Ada dalam Dakwaan Kasus BLBI Eks Kepala BPPN)

Keterangan Otto ini berbeda dengan versi KPK yang menganggap Sjamsul belum menyelesaikan proses utang BLBI. Mantan Eks BPPN menjadi terdakwa korupsi BLBI sebesar Rp 4,8 triliun bersama mantan Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) Dorodjatun Kuntjoro Jakti, Sjamsul serta istrinya, Itjih S Nursalim diduga telah atau turut serta melakukan perbuatan melawan hukum.

Syafruddin diduga telah menghapus piutang BDNI kepada petani tambak yang dijamin oleh PT Dipasena Citra Darmadja (PT DCD) dan PT Wachyuni Mandira (PT WM). Selain itu, dia dianggap telah menerbitkan Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham kepada Sjamsul, padahal belum menyelesaikan kewajibannya.

"Meskipun Sjamsul Nursalim belum menyelesaikan kewajibannya terhadap kesalahan dalam menampilkan piutang BDNI kepada petambak untuk diserahkan kepada BPPN seolah-olah sebagai piutang yang lancar," kata JPU KPK Haerudin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (14/5).

Halaman:
Editor: Yuliawati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...