Ketika Setya Novanto Membagi Kisah Hidup, Isak Tangis dan Puisi
Selain bercerita soal kisah hidupnya, Novanto menutup pledoinya dengan membacakan puisi "Di Kolong Meja" karya Linda Djalil.
Saat puisi tersebut dibacakan, Deisti yang berada di barisan depan kursi pengunjung tampak beberapa kali mengusap air matanya. Sementara Ketua Majelis Hakim Yanto tampak serius memperhatikan dan sempat mengerutkan dahi ketika Setya Novanto membaca puisi.
Berikut puisi "Di Kolong Meja" yang dibacakan Novanto:
Di kolong meja ada debu yang belum tersapu
Karena pembantu sering pura pura tak tahu
Di kolong meja ada biangnya debu yang memang sengaja tak disapu
Bersembunyi berlama-lama karena takut dakwaan seru melintas membebani bahu
Di kolong meja tersimpan cerita seorang anak manusia menggapai hidup
Gigih dari hari ke hari meraih ilmu dalam keterbatasan
Untuk cita-cita kelak yang bukan semu
Tanpa lelah dan malu bersama debu menghirup udara kelabu
Di kolong meja muncul cerita sukses anak manusia yang semula bersahaja
Akhirnya bisa diikuti siapa saja karena cerdas caranya bekerja
Di kolong meja ada lantai yang mulus tanpa cela
Ada pula yang terjal bergelombang siap menganga menghadang segala cita-cita
Apabila ada kesalahan membahana
Kolong meja siap membelah
Menerkam tanpa bertanya
Bahwa sesungguhnya ada berbagai sosok yang sepatutnya jadi sasaran
Di kolong meja ada pecundang yang bersembunyi
Sembari cuci tangan
Cuci kaki
Cuci muka
Cuci warisan kesalahan
Apakah mereka akan senantiasa di sana
Dengan mental banci berlumur keringat ketakutan
Dan sesekali terbahak melihat teman sebagai korban menjadi tontonan?
Jakarta, 5 April 2018
Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Setya Novanto dengan hukuman penjara selama 16 tahun dan denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan.
Jaksa juga menuntut hakim agar menjatuhkan pidana tambahan untuk membayar uang pengganti US$ 7,45 juta dikurangi uang Rp 5 milliar yang sudah dikembalikan Setnov selambat 30 hari setelah putusan. Selain itu jaksa meminta hakim mencabut hak terdakwa menjabat sebagai pejabat publik selama lima tahun.
Jaksa KPK juga mengumumkan menolak memberikan status justice collaborator yang diajukan Setnov karena dianggap kurang kooperatif. Jaksa menjelaskan persyaratan seseorang menjadi justice collaborator harus secara signifikan membongkar kejahatan yang dibuatnya dan pelaku lainnya yang lebih besar, serta mengembalikan hasil seluruh kejahatannya.