Beri Keterangan Palsu Kasus e-KTP, Miryam Terancam Bui 12 Tahun

Dimas Jarot Bayu
13 Juli 2017, 14:45
Sidang Kasus E-KTP
ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Anggota DPR dari Fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (23/3).

Anggota DPR RI dari Fraksi Hanura, Miryam S Haryani didakwa memberikan keterangan palsu dalam persidangan perkara dugaan kasus korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) tahun anggaran 2011-2013. Miryam dianggap memberikan keterangan yang tidak benar dengan cara mencabut semua keterangannya dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) penyidikan.

BAP yang dicabut berisi keterangan Miryam mengenai penerimaan uang dari terdakwa kasus e-KTP, Sugiharto. "Miryam saat mencabut BAP beralasan pada saat pemeriksaan penyidikan telah ditekan dan diancam tiga penyidik KPK. Padahal alasan yang disampaikan terdakwa tersebut tidak benar," sebut Jaksa KPK Kresno Anto Wibowo dalam surat dakwaan yang dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (13/7).

Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Miryam dengan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 22. Ancaman hukuman minimal tiga tahun dan paling lama 12 tahun,  dan atau denda antara Rp 150 juta hingga 600 juta.

Jaksa membacakan dakwaan perkara Miryam yang bermula pada sidang 23 Maret 2017 lalu. Ketika itu Miryam hadir sebagai saksi dalam persidangan perkara e-KTP atas terdakwa Irman dan Sugiharto. Sebelum sidang dimulai, Miryam bersumpah sesuai agama Kristen bahwa akan memberikan keterangan yang benar.

Selanjutnya, Ketua Majelis Hakim menanyakan kepada Miryam mengenai keterangan yang pernah diberikannya dalam pemeriksaan penyidikan. Hal ini sebagaimana tertuang dalam BAP tanggal 1 Desember 2016, BAP tanggal 7 Desember 2016, BAP tanggal 14 Desember 2016, dan BAP tanggal 24 Januari 2017 yang telah diparaf dan ditandatangani Miryam.

"Terdakwa membenarkan paraf dan tanda tangannya yang ada dalam semua BAP," kata jaksa. (Baca: Berkas Perkara e-KTP Rampung, Miryam S Haryani Segera Disidang)

Kendati demikian, Miryam tetap mencabut semua keterangan yang pernah diberikan dalam BAP. Miryam beralasan, isi BAP tidak benar karena pada saat penyidikan telah ditekan dan diancam oeh tiga penyidik KPK.

Atas hal tersebut, hakim kembali mengingatkan Miryam agar memberikan keterangan yang benar di persidangan karena sudah disumpah. Selain itu menurut hakim, keterangan Miryam dalam BAP sangat runtut, sistematis, dan tidak mungkin bisa mengarang keterangan seperti itu.

"Sehingga kalau mencabut keterangan harus dengan alasan logis agar bisa diterima oleh hakim," tutur jaksa.

Hakim juga mengingatkan Miryam mengenai ancaman pidana penjara apabila memberi keterangan yang tidak benar sebagai saksi. Meski begitu, Miryam tetap menerangkan bahwa dirinya telah ditekan dan diancam penyidik KPK saat pemeriksaan penyidikan.

(Baca: KPK Tak Hadirkan Miryam di Rapat Hak Angket, DPR Meradang)

Kemudian, hakim memerintahkan penuntut umum agar menghadirkan tiga orang penyidik KPK yang memeriksa Miryam yakni Novel Baswedan, M. I. Susanto, dan A. Damanik."Sebagai saksi verbal lisan yang keterangannya dikonfrontasi dengan Miryam," kata jaksa.

Pada persidangan pada 30 Maret 2017, ketiga penyidik menerangkan bahwa mereka tidak melakukan penekanan dan pengancaman saat memeriksa Miryam sebagai saksi. Miryam juga diberikan kesempatan untuk membaca, memeriksa, dan mengoreksi keterangannya pada setiap akhir pemeriksaan sebelum setiap BAP diparaf dan ditandatangani.

Jaksa menduga keterangan Miryam tidak benar karena bertentangan dengan keterangan tiga penyidik KPK. Selain itu, keterangan Miryam juga dianggap bertentangan dengan bukti-bukti lain, seperti dokumen draf BAP yang telah dikoreksi dengan tulisan tangan Miryam maupun rekaman video pemeriksaan.

"Demikian pula keterangan terdakwa yang membantah penerimaan uang dari Sugiharto juga bertentangan dengan keterangan Sugiharto yang menerangkan telah memberikan sejumlah uang kepada terdakwa," kata jaksa.

Sugiharto dan Irman merupakan dua terdakwa kasus e-KTP yang masi dituntut hukuman lima dan tujuh tahun penjara. KPK menetapkan keduanya sebagai justice collabo‎rator atau pelaku tindak pidana yang mengakui perbuatannya, bukan pelaku utama dan memberikan keterangan sebagai saksi di dalam proses peradilan.

(Baca: Jadi Saksi di Pengadilan, Setya Bantah Mendalangi Korupsi Proyek e-KTP)

Editor: Yuliawati

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...