Pertamina: Total Menyetujui Skema Pembagian Saham Blok Mahakam
KATADATA ? Pembahasan Blok Mahakam antara PT Pertamina (Persero) dan Total E&P Indonesie hampir mencapai kata sepakat. Total sudah mulai menyepakati beberapa poin pembahasan Blok Mahakam setelah kontraknya habis pada 2017.
Direktur Hulu Pertamina Syamsu Alam mengatakan selama ini Total kurang bisa menerima keputusan mengenai Blok Mahakam, tapi saat ini sikapnya sudah melunak. Dalam waktu dekat, Pertamina akan melakukan penandatanganan pembahasan pokok kontrak atau Head of Agreement (HoA) dengan PT Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation.
"Selama ini kan alot. Sekarang mereka (Total) sudah bisa paham dan menerima. Artinya term-nya sudah oke," kata dia kepada Katadata di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (1/9).
Syamsu enggan menjelaskan secara rinci, apa saja poin yang akan dimasukkan dalam HoA tersebut. Dia hanya mengatakan Total sudah setuju Pertamina yang akan menjadi operator Blok Mahakam, setelah kontraknya berakhir pada 2017.
Selain itu, Total juga telah menyetujui keputusan pemerintah mengenai pembagian saham Blok Mahakam. Pada pertengahan Juni lalu, pemerintah memutuskan pembagian saham Blok Mahakam untuk Pertamina dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sebesar 70 persen. Sementara jatah untuk Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation sebesar 30 persen.
(Baca: Pemerintah Minta Total Terima Keputusan Soal Blok Mahakam)
Sebelumnya, Total tidak mau menerima keputusan tersebut. Perusahaan migas multinasional asal Perancis ini meminta jatah sahamnya sebesar 35 persen. Namun, pemerintah hanya bisa memberikan 30 persen, itupun harus dibagi lagi dengan Inpex.
Menurut Syamsu, saat ini Total sudah sepakat 30 persen jatah sahamnya dibagi dengan Inpex. Dia mengaku tidak mengetahui berapa porsi saham dari masing-masing perusahaan tersebut. Ini merupakan kesepakatan internal dari Total dan Inpex.
Pertamina mengaku tetap membutuhkan Total dan Inpex sebagai kontraktor lama untuk mengelola Blok Mahakam. Dengan menggandeng kedua perusahaan tersebut, Pertamina berharap bisa meminimalkan risiko dan tidak akan mengganggu produksi blok migas tersebut.
"Kami sudah pelajari operasionalnya, risikonya tinggi sekali. Kami optimis (mengelola sendiri) tapi sangat berisiko kalau tiba-tiba sendirian di sana dan tanpa pemikiran berkelanjutan yang panjang," ujar dia.
(Baca: Pemerintah Dorong Penyelesaian Blok Migas Tak Seperti Blok Mahakam)