APBD-nya Terbesar, Mengapa DKI Jakarta Tak Ada Dana Lagi untuk Bansos?
(Baca: Terdampak Corona, Pemohon Bansos Jawa Barat Melonjak Tiga Kali Lipat)
APBD DKI 2020 diprediksi akan mengalami defisit. Asisten Kesejahteraan Rakyat DKI Jakarta Catur Laswanto mengatakan kebutuhan belanja ibu kota masih sekitar Rp 51 triliun. Dengan anggaran tersisa Rp 47 triliun, maka akan terjadi defisit Rp 4 triliun.
“Anggaran Pemprov DKI saat ini sangat-sangat menurun,” kata Catur dalam rapat virtual dengan Komisi E DPRD DKI Jakarta pada Rabu lalu.
Pemprov telah melakukan sejumlah efisiensi dalam belanja pegawai. Tunjangan kinerja daerah (TKD) telah dipangkas, begitu pula dengan penghapusan tunjangan hari raya (THR). “Kemungkinan TKD dipotong 50%, THR kemungkinan THR dan gaji ke-13 tidak dibayarkan,” ucapnya.
Para pejabat juga tidak menerima lagi uang transportasi. Seluruh penyesuaian ini masih dilakukan pembahasan dan akan dilakukan untuk gaji Mei 2020.
Penyesuaian belanja itu berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan Nomor 119/2813/SJ Nomor 177/KMK.07/2020. Pemerintah melakukan efisiensi untuk penangan virus corona sambil menjaga daya beli masyarakat dan perekonomian nasional.
(Baca: Sri Mulyani Racik Skema Bantuan Usaha untuk Pedagang Bakso)
DKI Jakarta sebenarnya memiliki APBD terbesar dibandingkan provinsi lainnya di Indonesia. PAD-nya pun selalu yang paling tinggi, seperti terlihat pada grafik Databoks berikut ini.
Data Badan Pusat Statistik menyebut besaran produk domestik regional bruto (PDRB) DKI Jakarta dari sisi lapangan usaha pada 2019 mengandalkan tiga sektor, yaitu perdagangan (17,14%), industri (12,21%), dan konstruksi (11,61%).
Namun, ketidakpastian kapan pandemi Covid-19 berlalu membuat tiga sektor itu diprediksi melambat. Konsumsi saat ini melemah karena banyak orang melakukan aktivitas di rumah. Hal tersebut menyebabkan permintaan dan produksi pun ikut anjlok.
(Baca: Jokowi Janjikan Seluruh Bansos Diterima Warga Pekan Ini)