Beda Pendapat Para Menteri Terkait Ancaman Resesi Ekonomi Indonesia

Image title
31 Agustus 2020, 16:01
Ilustrasi. Para menteri sepakat ekonomi sulit bangkit di kuartal ketiga, tapi beda pandangan terkait resesi ekonomi.
123RF.com/alphaspirit
Ilustrasi. Para menteri sepakat ekonomi sulit bangkit di kuartal ketiga, tapi beda pandangan terkait resesi ekonomi.

Semua instrumen, kata Sri, Mulyani sedang dilakukan pemerintah demi mengangkat kembali perekonomian dalam waktu dekat ini.

Minus Bukan Berarti Resesi

Pandangan berbeda muncul dari Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Airlangga Hartanto. Ia menilai Indonesia tak akan masuk ke jurang resesi, meskipun ekonomi kembali tumbuh minus.  

“Tapi kalau ada perbaikan dari -5,3% ke angka lebih rendah, itu teknikali bukan resesi," terangnya dalam acara Kampanye Penggunaan Masker di Kawasan Stadion Utama GBK Senayan, Jakarta, Minggu (30/8).

Sementara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan menyatakan masyarakat tak perlu khawatir dengan pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga. Mengingat pemerintah telah dan terus berupaya membuatnya menjadi positif.

“Kita jangan mau ditakut-takuti dengan hal buruk terutama pertumbuhan ekonomi,” kata Luhut dalam acara peluncuran Program Bank Indonesia dalam Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia, Minggu (30/8).  

Definisi Resesi dan Indikatornya?

Menurut Profesor ekonomi dan statistik Universitas Rutgers, Julius Shiskin pada 1974, resesi adalah kontraksi atau pertumbuhan ekonomi negatif selama dua kuartal berturut-turut. Sementara National Bureau of Economic Research (NBER) mendefinisikan resesi sebagai penurunan signifikan aktivitas perekonomian dalam jangka waktu lama.

NBER menyatakan indikator resesi harus dilihat secara bulanan, bukan per kuartal. Beberapa indikator resesi antara lain pendapatan per kapita riil, tingkat pengangguran, penjualan ritel, dan produksi industri. Pendekatan ini dinilai lebih tepat untuk mengindikasikan terjadinya resesi ekonomi di Amerika Serikat, terutama pada 2001 dan 2007-2009.

Sedangkan Profesor Gregory Mankiw, ekonom dari Universitas Harvard menyatakan ada lima indikator resesi ekonomi, yakni; ketidakseimbangan produksi dengan konsumsi; perlambatan pertumbuhan ekonomi; nilai impor melebihi nilai ekspor; inflasi serta deflasi yang tinggi; dan tingkat pengangguran yang tinggi.

Dalam konteks Indonesia, beberapa indikator tersebut telah terjadi. Ketidakseimbangan produksi dan konsumsi terlihat dari kontraksi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% sampai akhir Juli 2020 dengan realisasi senilai Rp 219,5 triliun dari target Rp 507,5 triliun atau baru mencapai 43,2%. PPN berbanding lurus dengan tingkat konsumsi masyarakat.

Perlambatan pertumbuhan ekonomi bisa terlihat dari kuartal pertama dan kedua yang semakin menurun. Lalu, pengangguran yang tinggi terlihat dari data BPS pada Februari 2020 menyatakan jumlah pengangguran sudah mencapai 6,88 juta orang. Belum lagi ditambah 3,7 juta orang yang dirumahkan selama pandemi virus corona.

Reporter: Muhamad Arfan Septiawan (Magang)

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...