Gaduh Ucapan Puan Soal Sumbar Bisa Picu Konflik Horizontal di Pilkada

Image title
4 September 2020, 18:00
Ilustrasi. Pernyataan Ketua DPP PDIP Puan Maharani soal kondisi politik di Sumbar dinilai bisa memicu konflik horizontal saat Pilkada.
Pool/BiroPemberitaanParlemen
Ilustrasi. Pernyataan Ketua DPP PDIP Puan Maharani soal kondisi politik di Sumbar dinilai bisa memicu konflik horizontal saat Pilkada.

Kegaduhan dari konflik horizontal tersebut, menurut Usep, pun dapat menghambat calon menyosialisasikan ide dan gagasannya kepada pemilih. Di sisi lain, pemilih pun tak bisa mengkritisi kandidat. Padahal keduanya sangat dibutuhkan agar pilihan menjadi rasional.

“Pastinya konflik bisa rugi jiwa dan materi,” kata Usep.

Sumbar sebenarnya tergolong daerah aman saat menyelenggarakan Pilkada. Data Bawaslu terkait penyelenggaraan pemilu 2018, provinsi ini tak masuk sebagai daerah rawan seperti halnya Papua, Maluku, dan Sumatera Utara.

Data lengkapnya bisa disimak dalam Databoks di bawah ini:

Oleh karena itu, menurut Usep, sebaiknya Puan tak mengulangi pernyataan serupa dan mau berbesar hati minta maaf. Hal ini agar tak ada pihak yang berkepentingan memanfaatkan suasana untuk menciptakan kegaduhan dan merusak perdamaian di Minang.

“Naga-naganya sih memang ada yang mau goreng,” kata Usep.

PDIP Harus Lebih Adaptif dengan Isu Lokal

Selanjutnya, Usep menilai kinerja PDIP akan semakin berat setelah kejadian ini. Ia pun menyarankan PDIP lebih adaptif dengan isu lokal jika ingin meningkatkan suara dan meraih kemenangan di Sumbar. Misalnya menyelaraskan kampanye dengan slogan masyarakat bahwa adat bersanding dengan agama Islam.

“Visi-misi kandidatnya dan slogan kampanyenya ke situ (sesuai budaya lokal),” kata Usep.

Selain itu, Usep pun menyarankan agar kandidat yang memang tokoh lokal untuk lebih giat menyerap aspirasi masyarakat. Mengingat tak ada cara yang lebih efektif untuk meraup suara selain dekat dengan aspirasi pemilih.

Lagi pula, kata Usep, kesuksesan Pilkada adalah kombinasi kerja partai pengusung dan kandidat. Ketika partai pengusung lesu atau tak memiliki basis pemilih signifikan, maka kandidat harus kerja ekstra meningkatkan ketokohannya.

Dalam konteks Sumbar, PDIP tak memiliki basis massa kuat. Dalam tiga pemilu terakhir, partai ini mendapat suara minim. Pada pemilu 2004 tak mendapat kursi DPR RI, 2014 hanya 1 kursi, dan 2019 kembali tak mendapat kursi. Bahkan gagal memenangkan Jokowi-Ma’ruf di sana.

“Tersisa ketokohan calon kalau mau menang,” kata Usep.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...